Jakarta, CNN Indonesia -- Turunnya tingkat suka bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) dari 7,75 persen menjadi 7,5 persen pada Selasa (17/2) lalu, nampaknya belum akan segera diikuti oleh penurunan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) oleh PT Bank Negara Indonesia (BNI) dalam waktu dekat.
Direktur Utama BNI Gatot M. Suwondo mengatakan BI Rate merupakan tingkat suku bunga acuan belum tentu sama dengan kondisi tingkat suka bunga di pasar keuangan.
"Ini kan
reference rate, belum tentu sama di pasar,” ujar Gatot ketika ditemui usai menghadiri sebuah acara di Jakarta, Rabu (18/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam menentukan tingkat suku bunga, kata Gatot, bank tidak hanya menjadikan BI Rate sebagai acuan tetapi juga mempertimbangkan berbagai risiko (
risk) yang ada di pasar. Risiko tersebut yang menentukan besaran imbal hasil (
yield).
“Bank itu menentukan (suku) bunga kredit dengan risiko.
Risk versus
yield. Kalau makin tinggi risiko makin tinggi
yield-nya. Makin rendah (risiko) makin rendah
yield," ujar Gatot.
Menurut Gatot, turunnya BI Rate merupakan sinyal bahwa pemerintah tengah menggenjot pertumbuhan ekonomi untuk mencapai target pertumbuhan sebesar 5,7 persen. Saat ini, pihaknya masih melihat reaksi pasar atas turunnya BI Rate tersebut. “Lirik-lirik bank lain juga," katanya.
Ia mencontohkan, ketika BNI, sebagai bank yang masuk dalam kategori buku IV, harus menetapkan tingkat suku bunga deposito sebesar 9,5 persen, mereka harus menerima bahwa nasabahnya lebih memilih menempatkan uang depositonya di bank buku III, yang pada saat itu suku bunga depositonya 9,75 persen.
Meskipun demikian, Gatot tidak menutup kemungkinan untuk menurunkan suku bunga kredit BNI paling tidak dalam kurun waktu kurang dari setahun. “Kami lihatlah kalau
risk rendah,” katanya.
Sebagai informasi, SDBK BNI per 31 Desember 2014 berdasarkan segmen bisnis adalah:
a. Kredit Korporasi : 11 persen
b. Kredit Ritel : 12,35 persen
c. Kredit Konsumsi untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR): 11,10 persen
d. Kredit Non KPR: 13,25 persen