Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Indonesia sukses menerapkan program konversi minyak tanah ke gas minyak bumi cair atau
liquefied petroleum gas (LPG) di 2007. Tapi ada masalah yang timbul. Kebutuhan masyarakat Indonesia akan gas bersubsidi terus naik.
Sebagai contoh elpiji 3 kilogram. Kebutuhannya terus meroket sehingga PT Pertamina (Persero) selaku badan usaha yang ditunjuk oleh pemerintah harus mengimpor LPG dari beberapa negara.
Padahal, bumi Indonesia sebetulnya kaya akan gas. Lantas mengapa kita harus impor? Apa solusinya?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Simak wawancara Diemas Kresna Duta dari
CNN Indonesia dengan Direktur Gas Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Djoko Siswanto, di kantornya di Jakarta, Kamis (26/2). Berikut ini petikannya:
Bukannya Indonesia kaya gas? Kenapa impor?
Betul. Indonesia kaya gas, bahkan masih mengekspor gas melalui pipa dari Sumatera Selatan ke Singapura dan dari Natuna ke Singapura. Selain itu masih mengekspor gas dalam bentuk LNG dari Bontang dan Tangguh. Namun masyarakat juga harus tahu bahwa gas Indonesia itu banyak mengandung
methana (C1H2) dan
ethana (C2H4) yang banyak diekspor. Sementara untuk produk LPG sendiri komponennya
propana (C3H6) dan
butana (C4H8). Selain itu, kilang kita juga tidak cukup memproduksi LPG untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Jadi mau tidak mau impor.
Persentase impornya?Tanya Pertamina untuk detilnya. Yang saya ingat di atas 50 persen.
Lalu, langkah strategis apa yang harus dilakukan pemerintah?Pertama, mempercepat pembangun infrastruktur pipa distribusi ke masyarakat demi meningkatkan penggunaan gas kota. Saya pikir ini bisa dilakukan untuk daerah-daerah yang sudah ada jaringan pipa transmisinya. Kedua, merealisasikan pembangunan kilang LPG, tapi ini butuh waktu lama dan duit lagi. Belum lagi kita harus tetap mengimpor
propana dan
butana. Yang udah bener memang gas kota. Toh hanya untuk pembakaran atau masak saja. untuk daerah daerah tertentu masih disediakan minyak tanah bersubsidi seperti di wilayah Indonesia bagian timur
Saya pikir pemerintah cukup diuntungkan dengan makin banyaknya rumah tangga kelas atas yang menggunakan kompor listrik untuk memasak. Kalau untuk di daerah-daerah terpencil, sudah saatnya untuk dikembangkan energi terbarukan. Kan banyak itu bahannya seperti kayu bakar, fermentasi kotoran sapi, dan lain-lain. Jadi harus digenjot itu program
mix energy. Masyarakat yang masih ingin menggunakan minyak tanah tetap disediakan namun untuk daerah yg telah terkonversi hanya tersedia minyak tanah nonsubsidi, silakan masyarakat memilih sendiri.
Masukan untuk menyiasati hal ini?Mendorong, mempercepat serta mempermudah Pertamina, PGN, dan BUMD serta swasta untuk melakukan konversi BBM ke gas khususnya dalam membangun infrastruktur dan pemerintah menyediakan pasokan gas serta harga gas yang terjangkau. Yang pasti harus ada koordinasi dan kerjasama dari semua elemen. Baik pemerintah, Pertamina, BPH Migas sampai masyarakat. Dan harus ada komitmen, kalau tidak percuma.
(ded/ded)