Jakarta, CNN Indonesia -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali terdepresiasi dan menembus angka Rp 13.000. Analis pasar uang menilai menguatnya dolar AS karena ekonomi Negeri Paman Sam sedang perkasa.
Bank Indonesia mencatat kurs tengah rupiah ditransaksikan melemah 0,49 persen pada perdagangan Senin (9/3), bertengger di level Rp 13.047 per dolar AS dari sebelumnya Rp 12.983 per dolar AS.
Guntur Tri Hariyanto, Analis Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), menuturkan dolar AS kembali menguat setelah investor melihat perkembangan positif data ketenagakerjaan AS. Pada bulan Februari lalu, terjadi penambahan jumlah pekerjaan berdasarkan data non-farm payroll sebanyak 295 ribu lapangan kerja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Angka ini berada di atas ekspektasi para analis dan menggenapkan jumlah penambahan pekerjaan di atas 200 ribu per bulan dalam 12 bulan terakhir,” jelasnya saat dihubungi wartawan, Senin (9/3).
Menurutnya, hal itu membuat tingkat pengangguran di AS turun menjadi 5,5 persen dari sebelumnya 5,7 persen, yang merupakan angka terendah sejak Mei 2008. Meskipun tingkat pengangguran turun, tetapi belum diikuti dengan kenaikan upah yang signifikan.
“Meski demikian, dalam jangka waktu 12 bulan terakhir, lebih dari 3,3 juta warga AS memperoleh pekerjaan. Diperkuat dengan rendahnya harga minyak, peningkatkan jumlah tenaga kerja akan memperkuat konsumsi di AS,” katanya.
Dengan menguatnya data tenaga kerja AS, lanjut Guntur, meningkatkan ekspektasi kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS (Fed fund rate) akan dinaikkan secepatnya pada bulan Juni 2014. Kondisi ini juga mendorong USD menguat kepada berbagai mata uang di dunia, dan juga meningkatkan yield surat utang AS.
“Jadi memang pelemahan Rupiah lebih didorong oleh kuatnya data ekonomi AS sehingga menjadikan USD mengalami penguatan terhadap berbagai mata uang negara lain,” ujarnya.
Menguatnya data ekonomi AS, lanjut Guntur, mendorong ekspektasi bahwa Fed rate akan dinaikkan lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya, sehingga mendorong sentimen negatif ke pasar modal maupun pasar valuta asing.
Sementara, dari faktor internal, dengan diturunkannya BI rate, memang ini berdampak pada pelemahan rupiah. Rupiah memang diekspektasi untuk diperdagangkan di kisaran 13.000. “Namun BI menyatakan akan menjaga rupiah untuk tidak terlalu dalam melemah. Saat ini memang dolar AS terus menguat,” jelasnya.
(ags/gen)