Jakarta, CNN Indonesia -- Manajemen PT PLN (Persero) merespon positif wacana perubahan status BUMN yang dikelolanya, dari penyedia listrik menjadi perusahaan jasa penyedia jaringan distribusi, transmisi dan jasa perawatan infrastruktur listrik.
"Saya pikir it's oke kalau sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan pemerintah. Yang penting kan kebutuhan listrik nasional bisa terpenuhi. Jadi kami pikir kebijakan ini akan membantu PLN dan IPP (Independent Power Producer)," ujar Senior Manager Hubungan Masyarakat PLN, Bambang Dwiyanto di Jakarta, Kamis (13/3).
Namun, Bambang menjelaskan usulan perubahan status perseroan menjadi service company belum dibicarakan secara langsung antara pemerintah dengan jajaran Direksi. Akan tetapi, manajemen perusahaan pelat merah tersebut mengaku tak keberatan jika rencana perubahan status PLN benar-benar direalisasikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, pemerintah melalui Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengusulkan agar status PLN diubah menjadi service company di sektor ketenagalistrikan. Itu artinya, IPP asing maupun domestik akan diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menggarap pembangkit listrik di Indonesia. Sebagai dampak, PLN hanya akan mengurusi pembangunan jaringan listrik distribusi, transmisi hingga perawatan infrastruktur.
JK mengungkapkan, rencana perubahan status PLN dilakukan untuk meringankan tanggungjawab perseroan di dalam pembangunan pembangkit menyusul program 35 ribu Megawatt (MW) yang dicanangkan pemerintah. Pasalnya, guna merealisasikan program 35 ribu MW dibutuhkan dana mencapai Rp 500 triliun.
"Pembagiannya IPP 25 ribu MW sementara PLN 10.000 MW. Kalau PLN tidak mampu membangun (pembangkit) 10 ribu megawatt (MW) maka akan dikurangi jadi 5 ribu MW. Dan kami sedang mengarahkan agar PLN untuk menjadi services company," ujar JK.
Baca juga: JK Tebar Wacana Kurangi Tugas PLN Bangun Pembangkit Listrik
SelektifMeski begitu, Bambang bilang, dirinya meminta agar pemerintah lebih selektif dalam menentukan IPP yang ditugaskan untuk membangun pembangkit. Pasalnya, dari yang sudah-sudah komitmen IPP sewaktu menggarap proyek pembangkit masih terbilang kecil.
"Pak JK kan bilang kalau IPP juga susah bangun pembangkit. Soalnya komitmen IPP itu masih rendah dan yang komit hanya 35 persen lho selama ini," kata Bambang.
Pernyataan Bambang ini bukan tanpa dasar. Jika merujuk pada program percepatan pembangunan pembangkit atau dikenal Fast Track Program (FTP I dan II) di jaman Jusuf Kalla menjadi Wapres Soesilo Bambang Yudhoyono, program tersebut molor jauh dari yang direncanakan.
(ags/gen)