Jakarta, CNN Indonesia -- Pelemahan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memang memberi kerugian bagi beberapa perusahaan yang melakukan pinjaman luar negeri dengan valuasi dolar. Namun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan pelemahan tersebut tidak berpengaruh terhadap industri perusahaan pembiayaan (
leasing).
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Firdaus Djaelani menjelaskan rugi kurs bisa dihindari setelah perusahaan-perusahaan tersebut melakukan lindung nilai atau
hedging terhadap pinjaman luar negeri yang dilakukannya.
"Dari pantauan kami, pelemahan kurs ini tidak mempengaruhi perusahaan pembiayaan," ujar Firdaus di Jakarta, Kamis (12/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksi natural
hedging yang dilakukan perusahaan pembiayaan terbukti mampu menghindarkan perusahaan dari risiko rugi selisih kurs.
Secara teknis, natural
hedging dilakukan perusahaan melalui penyetaraan kurs antara sumber dana perusahaan dan penyaluran pembiayaan sehingga sumber penerimaan perusahaan dalam bentuk valas tertentu dapat membayar kewajiban untuk jenis valas yang sama.
Dengan demikian dampak kenaikan beban pinjaman valas tersebut tidak menurunkan ekuitas secara langsung bagi perusahaan pembiayaan.
"Misalnya, dia pinjam modal dengan mata uang yen Jepang, karena ada kebutuhan penyaluran pembiayaan dalam bentuk yen untuk disalurkan lagi ke investor-investor Jepang yang butuh dana proyek dalam yen," terang Firdaus.
Dalam laporan bulanan perusahaan pembiayaan periode Januari 2015, total pinjaman perusahaan pembiayaan baik dari pinjaman langsung maupun penerbitan obligasi sebesar Rp 307,24 triliun. Jika dibedah berdasarkan asal pinjaman, terdapat pinjaman valuta asing sebesar US$ 307,24 miliar atau Rp 84,96 triliun dan 277,09 miliar yen Jepang atau setara Rp 29,64 triliun. Sehingga total pinjaman valuta asing perusahaan pembiayaan mencapai Rp 114,60 triliun.
Kewajiban perusahan pembiayaan dalam valuta asing yang akan jatuh tempo pada 2015 ada sebesar Rp 29,47 triliun, dengan rincian kewajiban jatuh tempo dalam mata uang dolar sebesar ekuivalen Rp 25,61 triliun dan dalam mata uang yen Jepang sebesar ekuivalen Rp 3,86 triliun.
"Tapi karena mayoritas perusahaan pembiayaan tidak terkena dampak rugi kurs, saya yakin mereka bisa melunasi pinjamannya lah. Saya rasa aman," kata Firdaus.
(gen)