Kejatuhan Rupiah, 'Pekerjaan Rumah' Jokowi yang Sulit Diatasi

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Senin, 16 Mar 2015 12:25 WIB
Kejatuhan rupiah terhadap dolar AS semakin dalam setelah ditutup pada level Rp 13.191 (kurs tengah BI) pada perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (13/30).
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Wapres Jusuf Kalla (kanan) memimpin rapat kabinet terbatas bidang ekonomi yang juga dihadiri oleh Gubernur BI Agus Martowardojo (ketiga kiri), Menkeu Bambang Brodjonegoro (kedua kiri) dan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad (kiri) di ruang Jepara, Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (23/12).(Antara Foto/Widodo S Jusuf)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kejatuhan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berbuntut pada lahirnya delapan kebijakan ekonomi. Riant Nugroho, Direktur Eksekutif Instituite for Policy Reform (IPR), menilai pemerintah hanya mengulang kebijakan lama tanpa mengatasi sumber masalahnya

"Itu hanya kebijakan implemental konvensional. Pemerintah harus mengubah cara berpikir, dari yang selama ini implemental konvensional menjadi berbasis persaingan atau game theory," ujar Riant kepada CNN Indonesia, Senin (16/3).

Menurut Riant, permasalahan ekonomi pemerintahan Joko Widodo sangat tidak mudah untuk diatasi. Merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dinilainya sebagai warisan pemerintahan sebelumnya di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang disebabkan oleh pelebaran defisit neraca transaksi berjalan.  

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Itu karena kita selama ini tidak berhasil membangun kultur industri yang kuat di berbagai sektor. Struktur industri kita rapuh dan tidak pernah dibangun oleh kabinet-kabinet yang lalu," tuturnya.

Selain itu, kata Riant, buruknya manajemen logistik di Tanah Air juga menjadi biang keladi yang menghambat ekspor. Di sisi lain, pemerintah gencar menarik investasi asing untuk masuk, tetapi lupa untuk menjual produk-produk industri lokal.

"Ini masalah kronis yang perlu solusi fundamental," tuturnya.

Riant mengatakan 2015 merupakan tahun pertaruhan bagi pemerintahan Jokowi untuk bisa mengendalikan rupiah. Sebab, ancaman pelemahan kurs akan semakin menjadi menyusul rencana normalisasi kebijakan moneter Bank Sentral AS.

Dorong Ekspor

Indonesia, lanjut Riant, sudah waktunya meniru model pembangunan ekonomi Tiongkok yang berbasiskan pada manufaktur. Antara lain dengan membangun kawasan industri khusus, mempermudah perizinan, dan memberikan beragam insentif mulai dari keringanan pajak hingga pembebasan sewa lahan usaha.

"Kebijakan yang utama memang mendorong ekspor, terutama ekspor manufaktur," jelasnya.

Untuk itu, Riant menyarankan pemerintah tak hanya mengobral insentif pajak berupa tax allowance dan tax holiday, tetapi juga menyediakan fasilitas kredit ekspor bagi negara-negara mitra dagang yang melakukan impor barang dari Indonesia.

"Jadi berikan insentif bagi industri lokal yang pro ekspor dan menggunakan bahan baku lokal, juga aktif memberikan kredit ekspor bagi negara yang impor bahan baku dari kita," jelasnya.

Untuk lebih mengkoordinasikan arah kebijakan ekonomi yang baik, Riant Nugroho menilai Menteri Koordinator bidang Perekonomian perlu membuat peta kebijakan yang menjadi dasar implementasi bagi menteri-menteri terkait.

Sebagai informasi, kejatuhan rupiah terhadap dolar AS semakin dalam setelah ditutup pada level Rp 13.191 pada perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (13/30). Posisi rupiah saat ini merupakan yang terendah sejak krisis finansial menerjang Indonesia pada 1998.

(ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER