BPS: Pelemahan Rupiah Belum Positif Bagi Ekspor Indonesia

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Senin, 16 Mar 2015 15:00 WIB
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor nonmigas Indonesia selama Januari 2015 sebesar US$ 10,49 miliar atau turun 7,83 persen.
Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Sabtu, 21 Februari 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Penurunan nilai tukar mata uang terhadap dolar Amerika Serikat (AS) merupakan momentum yang bagus untuk menggenjot ekspor. Indonesia belum dapat memanfaatkan momentum itu menyusul pelemahan rupiah yang tidak dibarengi dengan kenaikan ekspor pada Januari. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor nonmigas Indonesia selama Januari 2015 sebesar US$ 10,49 miliar atau turun 7,83 persen.

"Dari 10 komoditas non migas, hanya ada beberapa komoditas yang merespon dengan peningkatan ekspornya," ujar Kepala BPS Suryamin dalam konferensi pers di kantornya, Senin (16/3).

Suryamin menjelaskan penurunan ekspor terbesar terjadi pada produk perhiasan atau permata sebesar US$ 230,1 juta atau turun sebesar 29,94 persen. Penurunan berikutnya terjadi pada ekspor bahan bakar sebesar sebesar 9,83 persen, dengan hanya mencatatkan nilai US$ 149,7 juta. Diikuti pula dengan ekspor lemak dan minyak hewan atau nabati  sebesar US$ 101,1 juta atau minus 6,54 persen, ekspor sektor alas kaki US$ 64 juta atau negatif 16,19 persen; serta mesin atau peralatan listrik sebesar US$ 42,3 juta atau turun 5,89 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tapi ada beberapa komoditi yang merespon pelemahan rupiah ini untuk meningkatkan ekspornya seperti ekspor kendaraan dan bagiannya (7,05 persen), besi dan baja (56 persen) serta kapal laut (88,42 persen) karena memang kebutuhan luar negeri terhadap barang-barang tersebut tinggi," ujar Suryamin.

Suryamin mengatakan, industri manufaktur yang memilki tingkat kandungan lokal yang tinggi seharusnya bisa memanfaatkan pelemahan rupiah ini.

"Semestinya bisa naik (ekspornya) apalagi kalau melihat kebutuhan barang-barang manufaktur di luar negeri, kalau berhasil naik maka juga akan memberikan nilai tambah juga terhadap industrinya yang di dalam negeri," ujar Suryamin.

Sebagai informasi, kejatuhan rupiah terhadap dolar AS semakin dalam setelah ditutup pada level Rp 13.191 pada perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (13/30). Posisi rupiah saat ini merupakan yang terendah sejak krisis finansial menerjang Indonesia pada 1998. Rupiah tak hanya melemah terhadap dolar Amerika Serikat, tetapi juga tak berdaya di hadapan empat mata uang asing lainnya. (ags/gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER