Jakarta, CNN Indonesia -- Keadaan rupiah yang tidak pasti diyakini dapat mengguncang fundamental ekonomi Indonesia. Untuk itu diperlukan kondisi ekonomi yang stabil agar para pelaku usaha dalam negeri mampu bertahan dari hempasan angin krisis ekonomi.
Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Suryo Bambang menilai jika Indonesia ingin menjadi negara ke tujuh terbesar di dunia harus menghadapi 3 tantangan besar yang ada.
"Suku bunga Indonesia itu yang paling tinggi di Asean kalau kita ingin rupiah stabil dan ekonomi stabil, ada hal-hal yang perlu diperhatikan," kata Suryo dalam acara Indonesia Economic Quarterly (IEQ) di Jakarta, Rabu (17/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal pertama yang perlu menjadi perhatian pemerintah menurut Suryo adalah miskinnya fasilitas infrastruktur yang ada di Indonesia. Hal itu menurutnya membuat para pengusaha harus mengeluarkan biaya ekstra dalam proses produksi dan distribusi barang dan jasa.
"Kita harus mengejar ketinggalan infrastruktur, tanpa infrastruktur yang pantas kita tidak bisa jadi negara terbesar di Asia," kata Suryo.
Hal kedua adalah keadaan sumber daya manusia (SDM) termasuk kualitas dan jumlah sekolah di Indonesia. "Banyak warga Indonesia yang menjadi lulusan dari universitas luar negeri, ada apa dengan pendidikan dalam negeri kita?” katanya.
Menurut Suryo, perlu ada peningkatan kualitas pendidikan dalam negeri agar mampu meningkatkan kualitas para lulusan dalam negeri supaya mampu bersaing dengan para lulusan dari luar negeri. Salah satu caranya adalah dengan mewajibkan penggunaan bahasa Inggris sejak Taman Kanak-kanak hingga kuliah.
"Dengan itu saya yakin para TKI mampu bersaing dan mampu menghasilkan gaji 20 persen lebih dari sekarang," katanya.
Lalu ketiga, menurut Suryo, adalah perlunya kebijakan publik yang pintar dan berpihak pada masyarakat, terutama untuk para pelaku usaha.
"Akhir-akhir ini banyak kebijakan publik yang tidak membuat kita maju, contohnya larangan ekspor material mentah,"
Menurut Suryo, larangan ekspor mineral mentah tidak dibarengi dengan perbaikan pasar dalam negeri seperti dukungan pembuatan smelter di Indonesia yang tak kunjung beres.
"Itu adalah contoh kebijakan publik yang terkadang menakutkan bagi para investor," katanya.
(ded/ded)