Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) medorong kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) untuk secara masif mengembangkan teknologi enhanced oil recovery (EOR). Ini dilakukan untuk menjaga sekaligus meningkatkan jumlah produksi minyak dan gas (migas) di sumur-sumur yang mulai menunjukan penurunan angka produksi.
"Pemerintah tetap berkomitmen untuk mengembangkan industri migas, termasuk juga meningkatkan produksi nasional. Salah satu upaya yang dilakukan dengan menggunakan teknologi EOR," ujar Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas, IGN Wiratmaja dalam seminar “Field experiences in EOR-from pilot to full implementation," di Jakarta, Kamis (19/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, EOR merupakan upaya pengurasan sumur migas tahap lanjut yang umumnya dilakukan dengan menambahkan beberapa senyawa ke resorvoir mencakup waterflood, steamflood, dan surfaktan. Di Indonesia, sedianya pemerintah telah mendorong KKKS untuk menggunakan teknik EOR dengan menerbitkan sejumlah peraturan melalui Inpres No 02 tahun 2012 mengenai Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi Nasional serta Permen No 06 Tahun 2010 tentang Pedoman Kebijakan Peningkatan Produksi Minyak Dan Gas Bumi.
Wiratmaja mengatakan, pihaknya juga telah menjanjikan pemberian insentif untuk memancing minat KKKS melakukan EOR. “Pemerintah memberikan insentif kepada KKKS sesuai dengan kontrak yang telah ditandatangani. Ini bertujuan untuk mempercepat kegiatan EOR di Indonesia,” tutur Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.
Meski hasil dari teknologi EOR baru akan terlihat dalam beberapa tahun kedepan, Wiratmaja optimis penggunaan teknologi tersebut bisa diterapkan di Indonesia. Ini terlihat dari kesuksesan sejumlah lapangan seperti Duri, Kaji, Minas, Kulin, Keris yang dikembangkan oleh PT Chevron Pacific Indonesia. “Saya berharap melalui pertemuan ini kita dapat menggali pengetahuan dan manfaat dengan para ahli EOR dari Norwegia agar dapat diterapkan di Indonesia,” katanya.
Satu perusahaan migas nasional yang diketahui sudah melakukan teknik EOR ialah PT Pertamina (Persero). Pada 2013 lalu, perusahaan migas pelat merah tersebut telah meneken kerjasama penggunaan EOR dengan perusahaan eksplorasi asal China yakni Daqing OilField Company Ltd. Dalam penandatanganan Head of Agreement (HoA) yang disaksikan mantan Direktur Utamanya, Karen Agustiawan, Pertamina sesumbar mampu menggapai target penambahan produksi sebesar 200 ribu boepd (barel oil equivalent per day) melalu program yang dikenal Brigade 200K (EOR) seperti amanat pemerintah tercapai pada 2014.
Seolah tanpa perkembangan yang berarti, kerjasama penggunaan teknologi EOR antara Pertamina dengan Daqing pun berhenti di tengah jalan. Meski begitu, Pertamina dikabarkan tengah membuka peluang kerjasama baru dengan perusahaan asal Kanada, Talisman Energy yang kini sedang memasuki tahap akhir pencatatan saham selepas diakuisisi Repsol SA. "EOR bisa menjadi salah satu alternatif jika secara bisnis memang menguntungkan kedua belah pihak. Tapi saat ini belum ada proyek EOR," ujar Direktur Hulu Pertamina, Syamsu Alam.
Menurut Direktur Utama Medco E&P Indonesia, Frila B. Yaman, selain lamanya waktu pengembangan, faktor tingginya biaya investasi juga dinilai menjadi kendala pemanfaatan teknologi EOR di Indonesia. "Belum lagi soal kecocokan senyawa kimia yang nantinya di masukan ke sumur," ungkap Frila beberapa waktu lalu.