Kapal Pesiar dan Pesawat Pribadi Segera Kena Pajak

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Jumat, 20 Mar 2015 13:22 WIB
Selain apartemen dan rumah mewah, kapal pesiar dan pesawat terbang pribadi masuk dalam daftar objek pajak baru yang dibidik Ditjen Pajak.
Ilustrasi kapal mewah. (Thinkstock/PaulVinten)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan membuat daftar barang mewah yang akan menjadi objek peningkatan penerimaan negara dari pajak. Selain apartemen dan rumah mewah, kapal pesiar dan pesawat terbang pribadi masuk dalam daftar objek pajak baru yang dibidik.

"Daftarnya sudah ada, tapi saya lupa detilnya apa saja. Antara lain apartemen, kapal pesiar dan pesawat terbang," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara kepada CNN Indonesia, Jumat (20/3).

Menurut Suahasil, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan mengatur mengenai pengenaan pajak atas barang mewah sudah berbentuk draft dan segera ditandatangani oleh Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro. Salah satu yang pasti adalah mengubah basis pengenaan pajak penjualan atas apartemen dan rumah mewah yang tidak lagi mengacu pada luas lahan, tetapi merujuk pada harga jual.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena kan apartemen walaupun luasnya 60 meter persegi, tapi banyak juga yang pakai porselen. Jadi kalau mengacu pada harga tidak bisa lagi dibohongi," tuturnya.

Kendati objek pajak tersebut bernilai tinggi, Suahasil memperkirakan sumbangsihnya terhadap penerimaan negara tidak akan terlalu besar. Sebab, barang-barang mewah tersebut hanya dimiliki oleh segelintir orang.

“Seperti kapal pesiar dan pesawat terbang, itu tidak besar karena yang punya paling satu atau dua orang saja," kata dia.

Suahasil menambahkan yang terpenting saat ini adalah meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Menurutnya, dari 250 juta warga negara Indonesia baru sekitar 10 juta yang punya nomor pokok wajib pajak (NPWP).

"Wajar saja kalau tax ratio (rasio perpajakan) kita masih rendah, hanya sekitar 11 persen. Sedangkan Malaysia bisa 15 persen, Thailand 15-16 persen, negara-negara Skandinavia 60 persen, Brazil 30 persen," ucapnya.

Menurut Suahasil masih ada ruang bagi Indonesia untuk meningkatkan rasio perpajakan mengingat masih cukup banyak wajib pajak yang belum tergarap optimal.

"Jadi seperti PPN (pajak pertambahan nilai) jalan tol dan rokok, itu juga tidak besar kalau dibandingkan target penerimaan yang naik tinggi. Makanya kami kejar (kepatuhan) wajib pajak orang pribadi dan badan," ucapnya. (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER