Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyatakan bahwa pengenaan pajak bagi 42 profesi bukanlah upaya kebijakan ekstensifikasi pajak baru dari Ditjen Pajak. Direktur Penyuluhan dan Pelayanan Masyarakat Ditjen Pajak Wahyu Tumakaka, menilai hal itu merupakan langkah efektifikasi untuk memaksimalkan penerimaan pajak.
"Sebenarnya penggenjotan pajak beberapa profesi ini bukanlah perluasan dari apa yang sudah ada sebelumnya. Tapi mengefektifkan apa yang kita pikir masih belum efektif," ujar Wahyu ketika ditemui di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (18/3).
Wahyu menambahkan, pihaknya juga belum akan melakukan pemaksaan terhadap wajib-wajib pajak tersebut, namun masih dalam tahap pendekatan ke kelompok-kelompok profesi tertentu, khususnya profesi di sektor jasa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita pun juga belum melakukan
enforcement untuk perluasan itu. Dalam hal ini, kita akan melakukan pendekatan secara
peer group ke asosiasi profesi seperti profesi dokter, pengacara, khususnya jasa ya, karena ngontrolnya susah," ujarnya.
Dengan pendekatan ke kelompok profesi, ia berharap profesi-profesi yang dibidik dapat membayar pajak secara efektif mengingat cara ini lebih persuasif dibandingkan dengan melakukan pemaksaan. "Tujuan utama dari kebijakan ini kan bukan memaksimalkan penerimaan pajak, tapi meningkatkan kepatuhan," tutur Wahyu.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan menyatakan akan membidik 42 profesi potensial pajak yang sebagian besar bergerak di sektor jasa seperti dokter, seniman, pengacara, akuntan, hingga wartawan. Adanya penambahan pajak dari profesi potensial yang sebesar 44,8 juta penduduk ini diharapkan bisa menyumbang penerimaan negara sebesar Rp 40 triliun.
Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito menjelaskan pemerintah mengindikasikan masih ada ketidakpatuhan pembayaran pajak dari 42 profesi tersebut. Sehingga instansinya akan melakukan pemeriksaan secara lebih ketat dan mengirimkan tagihan untuk setiap kekurangan pembayaran pajak dari para wajib pajak individu yang menjalani 42 profesi itu.
“Selama nilai penghasilannya di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP), harus bayar pajak dong,” kata Sigit kepada
CNN Indonesia di kediaman Menteri Keuangan, Selasa malam (17/3).
Direktorat Jenderal Pajak, menurut Sigit sudah memiliki seluruh transaksi jual beli yang dilakukan oleh para pemilik pekerjaan tersebut. Transaksi itulah yang akan dijadikan basis penghitungan kekurangan pembayaran pajak setiap wajib pajak.
(gir/gir)