Jakarta, CNN Indonesia -- Tingginya biaya pembelian avtur dan sewa pesawat menjadi penyebab utama PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mengalami kerugian sebesar US$ 371,97 juta atau setara Rp 4,83 triliun sepanjang 2014.
Laporan keuangan 2014 maskapai pelat merah tersebut menjelaskan, beban operasional penerbangan Garuda mencapai US$ 2,56 miliar atau naik 14,28 persen dibandingkan beban operasional 2013 sebesar US$ 2,24 miliar.
Porsi terbesar atau 69,93 persen dari beban operasional Garuda dihabiskan untuk membeli avtur sebanyak US$ 1,56 miliar, naik 9,85 persen dibandingkan biaya pembelian avtur 2013 sebesar US$ 1,42 miliar. Biaya sewa dan
charter pesawat menempati urutan kedua atau 29,89 persen sebagai beban terbesar yang harus dibayarkan Garuda yaitu US$ 765,87 juta dibandingkan biaya yang sama periode 2013 sebesar US$ 592,25 juta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra mengakui bahwa faktor utama yang memberi porsi terbesar pada kerugian tahun lalu berasal dari biaya rental pesawat. Ari menyebut banyaknya pesawat baru yang didatangkan oleh direksi Garuda sebelumnya hanya membuat kapasitas kursi meningkat, tetapi tidak berhasil dioptimalkan dengan meningkatkan penjualan.
“Kondisinya banyak pesawat-pesawat baru masuk, tetapi penjualannya belum siap. Jadi ada
gap dan disitulah
lost itu," kata Askhara di Jakarta, Jumat (20/3).
Selain itu Garuda juga mengalami beban usaha lain sebesar US$ 38,24 juta dari sebelumnya memperoleh pendapatan usaha lain sebesar US$ 50,32 juta. Kondisi tersebut menyebabkan naiknya pendapatan usaha perseroan yang tipis sebesar 4,8 persen menjadi tidak berarti. Garuda membukukan pendapatan US$ 3,93 miliar sepanjang 2014 dibandingkan perolehan pendapatan 2013 sebesar US$ 3,75 miliar.
Direktur Utama Garuda Indonesia Arif Wibowo mengakui jajaran direksi baru badan usaha milik negara (BUMN) yang mulai menjabat sejak 12 Desember 2014 tidak bisa berbuat banyak untuk memperbaiki kinerja keuangan yang buruk tersebut. Menurut Arif ada banyak hal di luar kuasa direksi baru yang menyebabkan kerugian tersebut.
"Pertama, faktor eksternal memang kuat sekali. Kemudian, tahun lalu Garuda sangat aktif melakukan investasi untuk menjadi pemain global dengan mendatangkan 34 unit pesawat baru,” jelasnya.
Guntur Tri Hariyanto, Analis PT Pefindo menilai direksi lama Garuda tidak dapat melaksanakan efisiensi dengan baik sehingga terciptalah kerugian tersebut. Sementara program Quick Wins baru diluncurkan oleh Arif Wibowo Cs pada awal 2015. Program ini pun disebutnya sebagai program jangka pendek untuk memperbaiki kondisi keuangan perseroan.
Dengan berkaca pada kinerja 2014, Guntur menyarankan agar direksi Garuda perlu melakukan penghematan lebih besar lagi dari sisi biaya bahan bakar, biaya pemeliharaan dan perbaikan, suku cadang, biaya sewa, dan lainnya.
"Kesemua beban tersebut naik signifikan pada laporan keuangan 2014," ucapnya.
Dengan kondisi keuangan yang masih tertekan, Guntur memprediksi hingga semester I 2015 saham Garuda belum bisa naik di atas level Rp 600 per saham.
"Saham GIAA masih akan cenderung di level Rp 500-Rp 550 hingga semester pertama tahun ini. Beruntungnya Garuda, harga sahamnya masih tertolong oleh rendahnya harga minyak,” jelasnya.
Pada penutupan perdagangan hari ini, saham Garuda melemah 20 poin atau 3,85 persen menjadi Rp 500 per saham. Pada penutupan sesi pertama, saham Garuda sudah melemah 10 poin menjadi Rp 510 per saham, dan mulai sesi dua kembali melemah 15 poin menjadi Rp 505 per saham.
(gen)