Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah menyiapkan sanksi bagi perusahaan yang melanggar penerapan kewajiban pencampuran bahan bakar nabati (BBN) sebesar 15 persen (B15) mulai 1 April mendatang. Kewajiban tersebut tidak hanya berlaku bagi perusahaan penerima insentif biaya distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) penugasan (public service obligastion/PSO) tetapi juga perusahaan lain yang menjual BBM non PSO.
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmadja mengatakan saat ini terdapat 16 badan usaha pemegang izin usaha niaga umum yang wajib melaksanakan mandatori ini. Menurutnya, sanksi yang diberikan mulai dari yang teringan berupa teguran tertulis sampai pencabutan izin usaha.
“Kalau ada yang melanggar, maka badan usaha akan diberikan teguran tertulis dan setiap mereka mau mengimpor BBM dari luar maka Direktorat Jenderal Migas tidak akan memberikan izin tersebut,” kata Wiratmadja, dikutip dari laman Kementerian ESDM, Rabu (25/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan mandatori, pemerintah menurutnya akan melakukan pemeriksaan secara acak di SPBU-SPBU yang ada di Indonesia. Selain itu juga mengecek ke tempat fasilitas blendingnya yang harus di lakukan di Indonesia. “Depo-depo penyimpanan juga dicek secara rutin,” kata Wiratmadja.
Pemberlakuan wajib penggunaan BBN 15 persen pada solar ini, diperkirakan akan menyerap produksi biodiesel dalam negeri sebesar 5,3 juta kiloliter (KL) atau setara 4,8 juta ton CPO. Kebijakan tersebut juga diyakini mampu menghasilkan penghematan devisa US$ 2,54 miliar atau setara Rp 31,71 triliun akibat berkurangnya jumlah solar yang diimpor.
Pemerintah menjamin ketersediaan CPO sebagai bahan baku biodiesel sangat mencukupi. Sebab pada 2014 lalu total produksi CPO mencapai 31 juta ton dengan pemakaian domestik sebesar 30 persen dari total produksi dan diperkirakan akan meningkat menjadi 33 juta ton pada 2015.
(gen)