Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menyatakan bahwa pihaknya telah menyusun strategi dan langkah-langkah guna menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok. Pasalnya, selama ini neraca perdagangan terhadap Tiongkok masih defisit.
Langkah Rachmat Gobel ini dilakukan guna menindaklanjuti kesepakatan kedua negara (Indonesia dan Tiongkok) yang dicapai pada saat rangkaian kunjungan kerja Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ke Tiongkok yang berlangsung 25-28 Maret 2015 lalu.
"Kemendag tengah menyusun langkah strategis untuk menyeimbangkan neraca perdagangan RI-Tiongkok serta memfokuskan produk-produk ekspor Indonesia yang akan ditingkatkan ke negeri tirai bambu sebagai tidak lanjut kesepakatan Presiden Joko Widodo dengan Presiden Xi Jinping," ujar Rachmat Gobel dalam keterangan resmi, Kamis (2/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, perdagangan Indonesia-Tiongkok masih menunjukkan defisit bagi Indonesia. Dalam kunjungannya, Presiden Jokowi telah menyampaikan kepada Presiden Tiongkok Xi Jinping mengenai langkah-langkah yang kiranya dapat diambil untuk mengurangi defisit perdagangan tersebut.
Menurut Mendag, beberapa langkah yang diinisiasi Presiden Jokowi untuk mengurangi defisit perdagangan tersebut antara lain melalui pengurangan tarif dan penghapusan hambatan nontarif bagi produk unggulan Indonesia, memperkuat kerja sama
mutual recognition agreement (MRA), serta memfasilitasi penggunaan mata uang lokal masing-masing negara.
“Hubungan perdagangan bilateral harus berimbang dan saling menguntungkan bagi kedua negara,” lanjut Mendag.
Dalam kunjungan tersebut, Presiden Xi Jinping juga menyatakan persetujuannya untuk melakukan langkah-langkah demi menyeimbangkan defisit neraca perdagangan bagi Indonesia. Pemerintah Tiongkok sebagai pihak yang menikmati surplus perdagangan akan membantu meningkatkan keseimbangan neraca perdagangan dengan membuka akses pasar Indonesia yang lebih luas dan membantu mempromosikan produk ekspor Indonesia di pasar Tiongkok.
Rencana pembukaan kantor Indonesia Trade and Promotion Centre (ITPC) di Shanghai serta House of Indonesia di beberapa kota di Tiongkok merupakan langkah strategis Kemendag untuk meningkatkan nilai ekspor Indonesia ke pasar Tiongkok.
“Dalam lima tahun ke depan, Kemendag akan memfokuskan pengembangan produk ekspor potensial Indonesia ke pasar Tiongkok, seperti produk batu bara, produk kimia, crude palm oil (CPO) dan turunannya, produk kayu kertas dan furnitur, serta tekstil dan produk tekstil (TPT),” ujar Mendag.
Pada kunjungan kerja itu, juga dilakukan penandatanganan beberapa dokumen kerja sama antara Pemerintah RI dan Pemerintah Tiongkok, antara lain di bidang perpajakan, BUMN, ekonomi, dan antariksa.
Kunjungan kerja Presiden Jokowi ke Tiongkok kemudian dilanjutkan dengan pertemuan dengan Ketua Dewan Rakyat Nasional/National People’s Congress (NPC) Zhang Dejiang dan Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang.
Presiden Jokowi juga menjadi keynote speaker dalam acara Indonesia-China Economic Cooperation Forum pada Jumat (27/3) dan berkunjung ke Hainan untuk menghadiri Boao Forum for Asia Annual Conference 2015 pada Sabtu (28/3).
Defisit Indonesia US$ 13 MiliarBerdasarkan data statistik, nilai perdagangan bilateral kedua negara pada tahun 2014 mencapai US$ 48,2 miliar dengan defisit neraca perdagangan bagi Indonesia sebesar US$ 13 miliar. Neraca perdagangan Indonesia terhadap Tiongkok mengalami defisit selama periode 2010-2014 dengan tren pertumbuhan negatif sebesar 32,57 secara tahunan.
Di sisi lain, total perdagangan kedua negara pada periode yang sama menunjukkan pertumbuhan positif dengan tren sebesar 6,65 persen secara tahunan. Ekspor Indonesia ke Tiongkok pada periode Januari 2015 tercatat sebesar US$ 1,25 miliar atau turun 33,16 secara tahunan dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 1,87 miliar.
Sementara itu, impor Indonesia dari Tiongkok juga menurun 1,48 secara tahunan dari US$ 2,73 miliar pada Januari 2014 menjadi US$ 2,69 miliar pada periode Januari 2015. Komoditas ekspor andalan Indonesia ke Tiongkok adalah batu bara, minyak kelapa sawit,
chemical wood pulp, dan karet alam.
Sedangkan, komoditas impor Indonesia dari Tiongkok adalah peralatan elektronik, pemroses data otomatis, produk besi dan baja, serta alat percetakan. Dari sisi investasi, realisasi investasi Tiongkok di Indonesia berjumlah 654 proyek dengan nilai US$ 800 juta pada 2014. Realisasi investasi tersebut meningkat signifikan dari realisasi investasi tahun 2013 yang berjumlah 411 proyek dengan nilai total US$ 296,9 juta.
(gir)