Karawang, CNN Indonesia -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) menolak permohonan pengecualian penggunaan
letter of credit (L/C) yang diajukan PT Freeport Indonesia. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Partogi Pangaribuan menegaskan, instansinya hanya memberikan prioritas pengecualian L/C sebagai mekanisme pembayaran ekspor untuk perusahaan minyak dan gas bumi (migas) saja.
“Sesuai pertemuan dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang diutamakan itu pengecualian L/C untuk perusahaan migas. Jadi migas saja yang diberikan,” kata Partogi usai menyaksikan peresmian pabrik Isuzu di Karawang, Jawa Barat, Selasa (7/4).
Menurut Partogi, dirinya mengetahui bahwa perusahaan tambang asal Amerika Serikat yang memiliki basis produksi di Papua tersebut sudah mengajukan permohonan pengecualian L/C. Namun karena Kementerian ESDM tidak menerbitkan rekomendasi untuk Freeport, maka Kemendag disebutnya tidak bisa memberikan pengecualian tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Freeport tidak mendapatkan rekomendasi dari Menteri ESDM. Memang mengajukan, tapi dia kan perusahaan non migas,” jelasnya.
Dalam memberikan persetujuan pengecualian L/C, Partogi mengaku akan berpegangan pada pemberian rekomendasi dari Menteri teknis yang terkait. Tanpa ada surat rekomendasi tersebut, dia menegaskan jangan harap Kemendag akan menerbitkan pengecualian L/C.
“Terakhir ada BP yang mengajukan, lalu ada Pertamina dan Chevron. Pokoknya kalau sepanjang ada rekomendasi dari Menteri terkait ya kita pertimbangkan nanti kita lihat kontraknya,” kata Partogi.
Dia menambahkan, kontrak yang dimaksud perlu diperiksa Kemendag adalah perjanjian jual beli migas yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan kepada para pembelinya di luar negeri. Jika kontrak tersebut bersifat jangka panjang, maka Kemendag akan mengizinkan perusahaan yang bersangkutan untuk tidak menggunakan L/C sampai kontrak tersebut berakhir.
Amankan Sumber DayaPartogi kembali menegaskan bahwa meskipun pemerintah banyak mendapat tentangan dari para pelaku usaha pertambangan, migas, dan kelapa sawit akibat memberlakukan wajib L/C mulai 1 April 2015, namun kebijakan tersebut tetap dijalankan.
“Tujuannya dilihat dong. Ini kan demi tertib administrasi, tertib ekspor. Selama ini kan bebas-bebas saja, dan pemerintah sebenarnya ingin tahu berapa nilai ekspor yang sesungguhnya dengan L/C ini. Boleh dong untuk mengamankan resources kita,” tegasnya.
(gen)