Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK) akan mengevaluasi sistem komunikasi yang dilakukan selama ini dengan para menteri Kabinet Kerja. Hal tersebut dilakukan setelah Jokowi merasa kecolongan dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara Untuk Pembelian Kendaraan Perorangan.
"Berdua (Jokowi-JK) akan evaluasi komunikasi yang seharusnya sinergis antara Menteri dan Presiden," kata Sofjan Wanandi, Ketua Tim Ahli Ekonomi Wakil Presiden di Jakarta, Rabu (8/4).
Menurut Sofjan, nantinya seluruh tim Kementerian lintas sektor diminta untuk berkomunikasi dan berkoordinasi baik itu tim ekonomi ataupun tim politik sehingga tak ada lagi yang 'jalan sendiri-sendiri'. Bentuk komunikasi baru ini diharapkan bisa selesai dalam waktu tiga minggu ke depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Jokowi mengakui penaikan tunjangan uang muka (
down payment/DP) pembelian mobil pribadi bagi pejabat negara bukan kebijakan yang tepat untuk saat ini. Dia menyalahkan para menteri terkaitnya yang kurang peka dan teliti dalam menyaring usulan kebijakan tersebut.
"Tidak semua hal itu saya ketahui 100 persen. Artinya hal-hal seperti itu seharusnya kementerian men-screening apakah itu akan berakibat baik atau tidak baik untuk negara ini. Itu coba dicek atas usulan siapa," ujar Jokowi akhir pekan lalu.
Berselang satu hari setelah menyatakan hal tersebut, Jokowi mencabut Peraturan Presiden yang menaikkan uang muka mobil pejabat negara sebesar Rp 94 juta menjadi Rp 210,89 juta. Dengan demikian, uang muka mobil pejabat otomatis akan kembali ke angka Rp 116,5 juta per orang.
Sementara pejabat negara yang berhak menerima tunjangan DP pembelian mobil berdasarkan aturan itu adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Hakim Agung Mahkamah Agung (MA), Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan anggota Komisi Yudisial (KY).
"Potensi pemborosan uang negara Rp 158,8 miliar, karena Pejabat yang menerima kurang lebih ada 753 orang," kata Manajer Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Agung Widadi.
(gen)