Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dibantu Kementerian Perhubungan tengah mendalami potensi penerimaan pajak dari sektor angkutan laut tremper rute luar negeri yang dilaksanakan oleh kapal-kapal asing untuk kegiatan angkutan komoditas batubara, crude palm oil (CPO), maupun hasil tambang Indonesia lainnya.
Kedua otoritas tersebut telah memanggil para pelaku usaha pelayaran nasional yang diwakili Indonesian National Shipowners’ Association (INSA). “Kami sudah dipanggil Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Perhubungan untuk mendalami potensi pajak atas kapal asing tersebut," kata Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto di Jakarta, Sabtu (11/4).
Carmelita mengatakan asosiasinya telah menjelaskan potensi pajak yang dapat dipungut dari kapal-kapal luar negeri yang melayani angkuten tremper atas komoditas ekspor Indonesia, Menurutnya selama ini kapal-kapal asing tersebut tidak dipungut pajak, sementara kapal berbendera Indonesia yang melakukan kegiatan yang sama justru dipungut pajak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kajian INSA, estimasi penerimaan pajak, baik PPN dan PPh yang bersumber dari kapal-kapal asing bisa mencapai Rp 5 triliun-Rp 12
triliun per tahun. Khususnya dari perusahaan kapal pengangkut komoditas batubara, crude palm oil (CPO), offshore, kapal-kapal untuk proyek angkutan umum maupun kapal yang mengangkut komoditas ekspor lainnya.
Carmelita menyarankan, mekanisme yang paling efektif untuk memungut pajak-pajak bagi kapal asing yang mengangkut muatan ekspor Indonesia adalah dengan cara mensyaratkan kepada kapal-kapal asing tersebut untuk menyerahkan bukti pembayaran pajak pada saat kapal-kapal asing tersebut akan berangkat ke luar negeri.
Kebijakan memungut pajak atas kapal asing yang mengangkut komoditas ekspor Indonesia merupakan suatu yang lazim, karena kapal-kapal nasional juga mendapatkan perlakuan yang sama. "Dengan fokus pemerintah di sektor ini, maka pemerintah mengubah sistem perpajakan yang selama ini diberlakukan bagi pelayaran nasional serta tidak mengubah kebijakan pajak final," katanya.
Dia menilai insentif kebijakan pajak bagi perusahaan kapal nasional sudah sangat mendesak mengingat kompetisi pada era Asean Economic Comminity sangat ketat dan tren muatan yang menurun, padahal negara-negara lain sudah siap untuk merebut pangsa pasar Indonesia karena dukungan kebijakan fiskal dari negara mereka.
Kebijakan memberikan insentif fiskal itu merupakan amanat Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, khususnya pasal 56 dan 57. Jika insentif tersebut diberikan, Carmelita yakin kebijakan itu akan mendukung pertumbuhan usaha perkapalan nasional secara signifikan sehingga mampu menjamin peningkatan penerimaan negara dari sektor perkapalan.
(eno/gen)