Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo optimistis proyek pembangunan kilang penyimpanan bahan bakar minyak (BBM) berkapasitas sebesar 2,7 juta kiloliter (kl) dapat terwujud dalam lima tahun ke depan. Proyek yang disisipkan ke dalam agenda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) itu diyakini akan selesai sebelum 2019.
"Kami ingin menambah (kapasitas) kilang penyimpanan BBM dari 22 hari ke 30 hari. (Pasalnya) dalam RPJMN 2015 sampai 2019 telah disepakati beberapa agenda prioritas dalam rangka menguatkan ketersediaan energi primer migas dan batubara," ujar Indroyono di Jakarta, Selasa (14/4).
Yang menarik, di tengah rencana peningkatan kapasitas kilang penyimpanan BBM pemerintah juga akan menambah tujuh unit fasilitas penyimpanan dan pengolahan terapung gas alam cair atau
floating storage regasification unit (FSRU) dalam lima tahun ke depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Satu dari ketujuh unit tersebut ialah terminal penerima gas alam cair atau LNG Receiving Terminal Bojonegara, Banten, yang digarap anak Jusuf Kalla, Solihin Kalla melalui PT Bumi Sarana Migas. Terminal ini akan memiliki kapasitas 500 MMSCFD, atau setara 4 juta ton dan ditargetkan bisa selesai pada 2019.
“Dengan revitalisasi lapangan Arun jadi stasiun regas maka gas dari Blok Tangguh maupun yang lain dapat dipakai untuk pembangkit listrik di Aceh dan Sumatera Utara. Begitu juga dengan LNG di Bali yang dibangun FSRU untuk pembangkit listrik. Dengan upaya ini diharapkan kita makin mandiri berdaulat," kata Indroyono.
Terkait rencana pembangunan kilang penyimpanan BBM, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said pernah menyatakan bahwa jajarannya bersama PT Pertamina (Persero) akan mengambil keuntungan dari penjualan BBM untuk merealisasikan proyek tersebut.
Akan tetapi, lantaran harga jual BBM jenis premium dan solar subsidi saat ini berada di bawah harga keekonomian pemerintah pun telah memakai hasil keuntungan penjualan BBM beberapa waktu guna menutupi kerugian.
"Kemarin itu keuntungan masih begitu banyak. Sekarang selisih negatifnya semakin besar jadi mungkin sekarang
net-nya minus," kata Sudirman beberapa waktu lalu.
(ded/ded)