Berasnya Nomor Satu di Dunia, Ini Cerita PM Kamboja

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Selasa, 21 Apr 2015 12:16 WIB
Ketahanan adalah isu krusial di dunia, termasuk Kamboja. Tapi negeri ini punya rahasia mengapa pertanian dan berasnya jadi nomor satu di dunia.
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen (CNN Indonesia/Reuters/Damir Sagolj)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketahanan pangan menjadi isu krusial bagi seluruh negara di dunia. Di Asia Tenggara, tak terkecuali Indonesia dan Kamboja, ancaman krisis pangan di depan mata menyusul populasi penduduk yang tidak sebanding dengan luas lahan pertanian yang semakin terbatas.

"Ketahanan pangan adalah suatu permasalahan. Saya ingin ingatkan, kalau tidak ada minyak kita tidak akan mati, tapi kalau tidak ada makanan kita akan mati,” kata Perdana Menteri Kamboja Samdech Techno Hun Sen pada sesi diskusi World Economic Forum (WEF) 2015 bertajuk 'Setting Asia's Agenda for a Food-Secure Future' di Hotel Shangrila, Jakarta, Selasa (21/4).

“Masalahnya, jumlah populasi terus meningkat, tapi tanah untuk pertanian semakin kecil, karena banyak dibangun perumahan," ujar Hun Sen lagi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kasus ini, kata Hun Sen, tak hanya terjadi di Kamboja tetapi juga masalah bagi banyak negara. Karenanya, perlu upaya bersama yang juga melibatkan swasta untuk mengembangkan sektor pertanian sambil dibarengi dengan reformasi agraria.

"Sejak memulai jabatan sebagai Perdana Menteri Kamboja pada 30 tahun lalu, saya telah mengimplementasikan reformasi tanah dan mengupayakan ekspansi atau meningkatkan produksi beras," tuturnya.

Hun Sen mengklaim berbagai terobosan yang diupayakan pemerintahannya berhasil meningkatkan produksi dan kualitas hasil tani, terutama beras. Beras Kamboja, kata Hun Sen, memiliki kualitas nomor satu di dunia, mengalahkan beras produksi Indonesia dan Hong Kong.

"Karena keterbatasan lahan, kami mengubah dari kultivasi ekstensifikasi menjadi kultivikasi intensifikasi," tuturnya.

Sebagai informasi, saat ini sekitar 70 persen masyarakat Kamboja bergantung hidup pada sektor pertanian. Selain menyerap cukup banyak tenaga kerja, sektor pertanian juga menyumbang sepertiga PDB Kamboja.

Peter Ter Kulve, Presiden Direktur Unilever untuk kawasan Asia Tenggara dan Australia, menilai dunia tidak punya masalah terhadap produksi makanan. Menurutnya, lebih dari 50 persen makanan yang diproduksi terbuang oleh konsumen di berbagai negara, terutama negara kaya.

"Ada juga yang dibuang karena tidak dimakan, banyak sekali yang terbuang pada saat pengangkutan dan penyimpanan. 25 persen sampai 30 persen dari makanan yang diproduksi terbuang pada proses pengangkutan dan penyimpanan," tuturnya.

Peter mengatakan prioritas utama yang harus dilakukan untuk menyesaikan krisis pangan adalah dengan melakukan perubahan prilaku konsumen. Konsumen di seluruh dunia, terutama di negara maju, diharapkan bisa lebih bertanggungjawab terhadap makanan yang mereka beli.

"Terlalu banyak orang yang kurang gizi, tapi di sisi lain banyak sekali orang yang membuang makanan begitu banyak," katanya. (ags/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER