Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengaku sampai saat ini belum mendapat laporan dari Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro yang telah merevisi aturan mengenai Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah.
Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu menduga diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 90/PMK.03/2015 adalah untuk mengoptimalkan penerimaan pajakj penghasilan (PPh) pasal 22 dari bisnis properti dan otomotif.
Sebab sepengetahuan Sofyan, Menteri Keuangan kemarin telah melaporkan rencana untuk menghapus beberapa jenis barang lain dari daftar objek PPh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Teknisnya saya belum tahu, nanti saya cek dulu aturannya. Setahu saya Menteri Keuangan justru akan menyederhanakan aturan pajak barang mewah. Mungkin objek pajaknya tinggal otomotif dan apartemen mewah, yang lain mereka bebaskan,” kata Sofyan di kantornya, Kamis (7/5).
Menurut Sofyan apabila dugaannya tepat, dia menilai kebijakan tersebut merupakan langkah yang tepat untuk mendorong daya beli masyarakat serta menyederhanakan aturan pajak.
“Aturan pajak lebih simpel lebih baik,” katanya.
Ditanyakan soal dampak dari berlakunya aturan ini terhadap industri otomotif yang tengah lesu. Sofyan enggan berkomentar jauh.
“Memang dari dulu mobil juga kena pajak barang mewah. Tapi kan dulu juga ada pajak barang mewah untuk furniture dan lain-lain. Sekarang kelihatannya aturannya disederhanakan tapi coba cek ke Menteri Keuangan,” ujarnya.
Kemarin, Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito menyebutkan beberapa barang yang sedang diupayakan untuk dikeluarkan dari kategori barang mewah diantaranya kulkas, televisi, dan penyejuk udara (air conditioner/ AC).
Berdasarkan aturan yang saat ini berlaku, barang-barang tersebut terkena PPh 22 sebesar 10 hingga 20 persen. Kendati demikian, Sigit masih belum dapat memastikan kapan dirampungkannya revisi aturan tersebut.
Pajak Hilang Rp 400 miliarSigit memperkirakan potensi penerimaan negara yang hilang atas revisi tersebut diperkirakan sekitar Rp 400 miliar per tahun. “Hilangnya penerimaan pajak itu bisa kita tutup dengan PPnBM yang lain. Otomatis kalau aturan pajak penjualan barang mewah atas properti jadi, kami akan dapat tambahan penerimaan PPnBM,” kata Sigit.
(gen)