Jakarta, CNN Indonesia -- Perusahaan penyalur kredit, PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (Adira Finance) menyatakan pengenaan pajak penghasilan (PPh) barang mewah untuk sepeda motor 250 cc ke atas belum berdampak signifikan terhadap kinerja pembiayaan perseroan. Kendati kebijakan pajak semakin ketat, Adira justru tertarik untuk masuk lebih dalam ke pembiayaan kendaraan mewah tersebut.
“Untuk saat ini tidak terlalu signifikan sih untuk segmen tersebut. Karena kami kebanyakan membiayai segmen (motor) menengah ke bawah, yang rata-rata di bawah 150 cc,” jelas I Dewa Made Susila, Direktur Keuangan Adira Finance kepada
CNN Indonesia, Jumat (8/5).
Kebijakan tersebut tertuang dalam kategori barang mewah yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) huruf e dan d Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 90/PMK.03/2015 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah. Dalam aturan itu, Kementerian Keuangan mengategorikan sepeda motor roda dua maupun roda tiga sebagai barang mewah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menjelaskan, mulai tahun ini sepeda motor dengan harga Rp 300 juta ke atas atau yang memiliki kapasitas silinder lebih dari 250 cc juga masuk kategori barang yang pembelinya harus membayar PPh 22.
Tarif PPnBM untuk kendaraan bermotor sendiri ditetapkan berkisar antara 10 persen sampai 75 persen, berdasarkan kriteria tarif pajak yang berlaku.
Namun, di sisi lain, Made mengakui perseroan sedang mengkaji untuk melakukan penetrasi lebih dalam ke segmen tersebut. Apalagi, lanjutnya, penaikan kelas menengah di Indonesia memberikan propsek yang cerah untuk segmen motor 250 cc ke atas.
“Meski sekarang belum berpengaruh besar, tapi memang kami sedang mencermati untuk masuk ke sana. Karena kan tren kalangan menengah sekarang mulai ke segmen tersebut. Kalau kami lihat, segmen ini pertumbuhannya cukup tinggi,” jelas Made.
Terkait banyaknya peraturan baru tentang pajak, Made menilai mungkin memang sudah keputusan pemerintah dalam menggenjot penerimaan negara. Janji pemerintah, lanjutnya, bisa direalisasikan salah satunya melalui pendanaan yang cukup dari penerimaan pajak.
“Ya mungkin pemerintah sedang berusaha memaksimalkan penerimaan negara untuk merealisasikan program-programnya. Namun yang penting patut diingat juga pergerakan industri dan pertumbuhan ekonomi. Jangan sampai turun lagi,” ucapnya.
Terkait prospek bisnis di kuartal II tahun ini, Made menyatakan pihaknya masih optimistis bakal ada recovery dan berangsur membaik. Pasalnya, dana anggaran pemerintah dinilai bakal mengalir lebih lancar dan mampu mendorong ekonomi.
“Masih butuh waktu, tapi saya kira kuartal II bisa rebound. Kami berharap program pemerintah bisa segera spending dan generate ekonomi dalam negeri,” kata Made.
Dari sisi kinerja, Adira Finance hanya mencatatkan laba bersih Rp 76 miliar pada kuartal I 2015, anjlok 81,5 persen dibandingkan dengan perolehan periode yang sama tahun lalu Rp 411 miliar. Merosotnya keuntungan perusahaan pembiayaan itu disinyalir akibat melemahnya ekonomi domestik, serta meningkatnya komponen biaya.
Penyaluran kredit baru Adira tercatat senilai Rp 7 triliun dalam tiga bulan pertama 2015. Angka tersebut turun 15,71 persen dari perolehan kuartal I 2014 yang sebesar Rp 8,1 triliun.
(gir/gir)