Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menjelaskan perluasan objek pajak penghasilan (PPh) pasal 22 atas barang mewah lebih ditujukan kepada kalangan masyarakat yang mampu membelinya. Skema pemungutannya adalah di awal ketika pembeli sebagai wajib pajak melakukan transaksi pembelian barang mewah, seperti properti kelas atas.
"Pengenaan PPh 22 itu di awal ketika Anda membeli hunian, jadi pajak yang dibayar dimuka. Nantinya akan diperhitungkan di dalam perhitungan pajak tahunan," kata Bambang dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (13/5).
Bambang mencontohkan transaksi pembelian apartemen seharga Rp 5 miliar, maka konsumen harus membayar pajak sebesar 5 persen atau Rp 250 juta di awal. Pembayaran pajak tersebut nanti harus dilaporkan pembeli dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT) di akhir tahun pajak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya yakin ini tidak akan memberatkan masyarakat dan dunia usaha, karena sifatnya dibayar di muka," kata Bambang.
(Baca juga:
Menilik Pajak 'Wah' Barang Sangat Mewah)
Kebijakan anyar ini, kata Bambang, akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal pajak Sigit Priadi Pramudito lewat Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen).
Sigit sebelumnya menjelaskan bahwa PPh 22 itu adalah
prepaid tax atau pajak yang dibayar di muka. Apabila kewajiban tersebut sudah dipatuhi oleh wajib pajak, maka tidak akan jadi masalah di akhir tahun pajak.
"Yang kita permasalahkan adalah uang untuk membeli apartemen itu, yang kita ingin tahu apakah sudah dibayar pajaknya atau belum. Misalkan belum, uang itu kita kenakan pajak PPh pasal 22 sebagai kredit pajak," tuturnya.
(ags/gen)