Jakarta, CNN Indonesia -- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Garuda Indonesia Tbk menyetujui rencana manajemen menerbitkan surat utang syariah berdenominasi dolar AS atau sukuk global sebesar US$ 500 juta. Proses penetapan harga obligasi syariah tersebut akan merujuk pada harga sukuk global pemerintah yang rencananya akan terbit lebih awal pada bulan ini.
Ari Ashkara, Direktur Keuangan Garuda Indonesia menjelaskan sukuk global maskapai pelat merah ini akan memiliki jangka waktu lima tahun dengan tingkat bunga maksimum 6,9 persen per tahun. Lelang surat utang syariah ini dimaksudkan untuk penataan (reprofiling) utang perseroan yang masih didominasi oleh utang jangka pendek.
Terkait dengan pricing, Ari menuturkan akan lebih tinggi dari pricing sukuk global terbitan pemerintah yang akan diumumkan bulan ini. Risiko dari lelang obligasi ini juga akan menjadi risiko pemerintah karena menguasai 60 persen saham perseroan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pricing (sukuk) nya nanti di London sekitar tanggal 27 (Mei) dan akan mengikuti benchmarknya (sukuk global) dari pemerintah," tutur Ari ketika ditemui di kantornya, Tangerang, Jumat (15/5).
Pada kesempatan itu, Ari menyebutkan 11 bank asing yang telah ditunjuk sebagai joint lead managers, antara lain National Bank of Abu Dhabi, Dubai Islamic Bank, Al Hilal Bank, Maybank, Standard Chartered, dan ANZ. Adapun underlying asset atas sukuk adalah wakalah yang berdasarkan pada tagihan penjualan pada penumpang setiap tiga bulan.
Adapun target investor sukuk global perdana Garuda adalah pemodal asal Timur Tengah. "Karena (investor) Middle East itu suka dengan risiko Indonesia mereka comfort dan mereka mengerti airlines," katanya.
Dengan disetujuinya penerbitan sukuk global oleh pemegang saham, perseroan akan memulai roadshow ke berbagai kota di lima negara, yaitu Dubai dan Abu Dhabi (Arab Saudi,19 Mei), Hongkong (20 Mei), Singapore (21 Mei), Zurich (22 Mei), dan London (Inggris, 26 Mei).
Sebagai informasi, hingga kuartal I 2015 utang jangka pendek perseroan masih mendominasi. Dari US$ 2,3 miliar liabilitas perseroan, sebanyak US$ 1,5 miliarnya merupakan utang jangka pendek. Sementara itu, sebanyak US$ 809 juta sisanya berupa utang jangka panjang.
(ags/gen)