Jakarta, CNN Indonesia -- “Maaf agak telat. Semalam lelap banget, sampai enggak mimpi.”
Ucapan itu meluncur pertama kali ketika Faisal Basri, mantan pentolan Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas), atau yang lebih dikenal dengan Tim Antimafia Migas, mengawali perbincangan dengan CNN Indonesia dalam sebuah kedai kopi di bilangan SCBD, Jakarta Pusat pada Kamis pagi (14/5).
Malam sebelumnya, masa kerja tim yang dibentuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said untuk membenahi industri migas nasional tersebut secara resmi berakhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faisal datang mengenakan kemeja lengan pendek warna biru langit, celana cokelat muda dan topi bertuliskan Oxford University. Raut mukanya semringah. Dia kemudian menaruh tas selempangnya dan segera memesan minuman.
Perbincangan seputar pengalamannya dan tim selama enam bulan bergelut dengan data dan fakta seputar industri migas pun bergulir.
“Sebelumnya saya mengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI) dan Universitas Tanjung Pura. Tapi karena tim ini, saya kurangi mengajar di UI, diganti teman saya. Makanya satu semester ini saya baru mengajar sekali saja,” kata Faisal menuturkan aktivitasnya selama dipercaya Sudirman Said sebagai Ketua Tim Antimafia Migas.
Tim yang dibentuk pada 14 November 2014 tersebut, mengharuskan Faisal memimpin sekelompok profesional dari latar belakang berbeda. Sebut saja Naryanto Wagimin, Susyanto, Teten Masduki, Chandra Hamzah, Agung Wicaksono, Fahmy Radhi, Darmawan Prasodjo, Rofikoh Rokhim, Parulian Sihotang, dan Daniel Syahputra Purba.
Tingginya intensitas pertemuan antar sesama anggota tim, maupun ketika mengundang pihak luar sebagai pusat informasi ketika mengulik lebih dalam kondisi perminyakan nasional membuatnya harus mengorbankan waktu istirahatnya.
“Banyak sekali meeting di tim ini. Anda bisa bayangkan kami bertemu orang sampai tengah malam. Pola hidup saya itu rusak, saya enggak punya pola yang teratur. Lebih sering saya sholat subuh karena saya enggak tidur sampai pagi. Atau kalau saya tidur jam dua, misalnya, sholat subuh kemudian tidur lagi,” imbuh Faisal.
Selama enam bulan Faisal dan tim Antimafia Migas yang dipimpinnya bekerja, setidaknya ada tiga rekomendasi yang diberikan kepada pemerintah untuk dapat mengelola industri yang sering dimanfaatkan para pemburu rente tersebut dengan lebih baik lagi. Ketiga rekomendasi tersebut terkait impor bahan bakar minyak (BBM), terkait Pertamina Energy Trading Limited (Petral), dan satu rekomendasi final berisi 12 poin yang harus dilakukan pemerintah untuk memperbaiki sektor hulu dan hilir industri tersebut.
“Satu hari sebelum menyerahkan buku evaluasi tim itu, saya tidak tidur,” kata Faisal.
Dia juga menjelaskan sisi perfeksionisnya. Dalam menyusun buku evaluasi kinerja tim Antimafia Migas, Faisal merasa dirinya ingin semua pihak yang terlibat masuk ke dalam buku yang disusun tersebut. Bahkan, dia mengaku membuat indeks buku, yang menurutnya sendiri tidak terlalu penting.
Faisal menilai, kerja tim adalah kerja yang ajaib. Pasalnya, ketika sebuah lembaga baru dibentuk, Faisal menilai masa awal lembaga tersebut bakal dihabiskan untuk mensosialisasikan diri dan menjalin lobi kesana kemari. Namun, hal itu menurutnya jauh berbeda dengan kerja enam bulan Tim Antimafia Migas yang lebih optimal dan minim lobi.
“Ucapan terima kasih, kata pengantar, bahkan indeks, semuanya saya buat. Saya harus make sure mereka masuk dalam daftar ucapan terima kasih. Tanpa mereka kami enggak bisa apa-apa. Kerja dalam enam bulan itu apa sih? Tapi saking totalnya, saya sampai hafal gaji orang Petral,” katanya.
(gen)