Ketua MPR Tak Setuju Faisal Basri Soal Ekspor Minerba

Christie Stefanie | CNN Indonesia
Senin, 25 Mei 2015 22:54 WIB
Dia menilai, hal itu disebabkan karena mengekspor barang mentah tersebut sama saja seperti menjual tanah air.
Politisi Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan (kiri) usai menyampaikan vis misi sebagai calon ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang pemilihannya dilakukan secara voting di Kompleks Parlemen Jakarta, Rabu 08 Oktober 2014. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Zulkifli Hasan menegaskan ketidaksetujuannya terhadap ekspor barang mentah, terutama yang terkait dengan mineral dan batubara (minerba) , seperti emas, bauksit dan hasil tambang lainnya.

Dia menilai, hal itu disebabkan karena mengekspor barang mentah tersebut sama saja seperti menjual tanah air. Ketidaksetujuannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara.

Menurutnya, sesuai dengan Undang-Undang tersebut, diharuskan dibangun smelter di tanah air, yang bisa menghasilkan nilai tambah. Dengan dibangunnya smelter tersebut juga akan menyerap banyak tenaga kerja.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Untuk jangka pendek, pembangunan smelter tentu tidak memberikan hasil seketika, tetapi untuk jangka panjang jelas hal ini sangat menguntungkan,” jelasnya dalam keterangan resmi, Senin (25/5).

Lebih lanjut, dirinya merasa heran jika ada pihak yang tetap setuju menjual barang mentah, khususnya minerba, termasuk pendapat Faisal Basri. Sudah saatnya, tegas Zulkifli Hasan, negara tidak lagi menjual tanah air.

Sebelumnya, Faisal Basri, Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas, menyebutkan kebijakan di sektor tambang mineral itu lebih menguntungkan investor asing.

"Ada persoalan di sektor tambang. Ini bukannya perusahaan asing dinasionalisasikan, tapi malah perusahaan nasional yang diasingkan. Sudah jelas kebijakan Hatta Rajasa (Menko Perekonomian saat itu) salah, tapi tidak dikoreksi oleh pemerintah," ujar Faisal dalam sebuah seminar di Hotel Menara Peninsula, Senin (25/5).

Pernyataan Faisal merujuk pada kebijakan larangan ekspor mineral mentah, termasuk bauksit, yang efektif berlaku sejak awal 2014. Selain itu, ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 itu juga mewajibkan perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) membangun pabrik pemurnian (smelter).

Menurut Faisal, dengan dilarangnya ekspor bauksit dan diwajibkannya pembangunan smelter secara tak langsung mengundang asing untuk masuk menguasai. Pasalnya, penambang bauksit lokal tidak punya modal dan kemampuan untuk itu sehingga keterlibatan asing menjadi pilihan yang harus diambil.
(gir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER