Bekasi, CNN Indonesia -- Pengusaha produk kelapa sawit berharap pemerintah tidak mengenakan pungutan (CPO
fund) terhadap produk biodiesel karena bisa menghambat ekspor ke pasar utama. Terlebih, ada beberapa negara yang mewajibkan kriteria tertentu agar impor biodiesel bisa masuk.
"Kami belum tahu apakah biodiesel dikenakan tarif apa tidak, tapi kalau dikenakan maka kita akan sulit masuk ke pasar ekspor. Karena margin yang didapat dari biodiesel itu cukup kecil, kalau ditambah pungutan lagi karena tidak ada untungnya," ujar Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia M.P. Tumanggor ketika ditemui di Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (16/6).
Sayangya, Tumanggor yang juga Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) ini tidak menyebutkan berapa angka margin dari ekspor biodiesel selama ini. Ia hanya menyatakan bahwa ekspor biodiesel Indonesia bisa disalip negara lain jika tetap dibebani pungutan tambahan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kebijakan seperti ini perlu dilihat lagi unsur ekspornya, apakah kita harus kehilangan pasar di Eropa dan Amerika Serikat gara-gara kalah dari Malaysia? Padahal kita bisa punya kesempatan setelah ada aturan impor biodiesel di Amerika Serikat kalau sawit yang ditanam itu harus dari tahun 2008," tambahnya.
Kendati menentang kutipan bagi biodiesel, namun ia mendukung langkah pemerintah dalam mengenakan CPO
fund bagi CPO dan produk turunannya. Dengan adanya CPO
fund, ia berharap adanya peningkatan penyerapan produksi dalam negeri yang bisa berperan dalam meningkatkan harga CPO itu sendiri.
"Kalau CPO
fund kita dukung, karena nanti kan 1,7 juta ton CPO akan jadi biodiesel. Kalau itu diserap, maka suplai dan permintaan akan seimbang, sehingga akan naik harganya karena ada peningkatan permintaan," ujarnya.
Sehari sebelumnya, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto mengatakan bahwa biodiesel tidak masuk ke dalam usulan komoditas yang dikenakan pungutan CPO. Ia mengatakan, pungutan hanya akan dilakukan sampai produk
olein.
"Tapi kami tidak pungut hingga ke hilir sekali. Dari produk kelapa sawit level 1 yang masih hulu ke level 5 yang sudah sangat hilir, kami hanya bebankan dari level 1 yang masih berupa CPO ke level 3 yang berupa
olein. Tapi kalau produk yang sangat hilir sekali, seperti biodiesel, itu tidak dikenakan sama sekali," tutur Panggah kepada CNN Indonesia, Senin (15/5).
Sebagai informasi, ekspor biodiesel pada tahun ini diperkirakan turun mencapai 1,4 juta ton atau turun 12,5 persen dibanding ekspor tahun lalu yang mencapai 1,6 juta ton. Pada tahun yang sama, konsumsi biodiesel dalam negeri mencapai 1,7 juta ton, atau jauh di bawah prediksi kebutuhan pemerintah yang sebesar 3,5 juta ton.
Di samping itu, sepanjang 2014 harga rata-rata CPO berada di angka US$ 818,2 per metrik ton atau turun 2,8 persen dibandingkan dengan harga rata-rata tahun sebelumnya US$ 841,71 per metrik ton. Selama Oktober hingga Desember 2014, harga CPO berada di bawah US$ 750, yang merupakan batas bawah pengenaan bea keluar bagi komoditas CPO.
(gir)