Diprotes Pengusaha, Tarif CPO Fund Kemungkinan Diturunkan

CNN Indonesia
Senin, 22 Jun 2015 16:10 WIB
Dengan diterapkan pungutan secara merata kepada seluruh produk ekspor hulu dan hilir CPO maka besaran tarif bisa ditekan.
(REUTERS/Beawiharta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah bakal mengkaji ulang rencana besaran dana pengembangan kelapa sawit (CPO fund) sebesar US$ 50 per ton untuk ekspor produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Namun usai kegiatan sosialisasi dilakukan hari ini, pemerintah memutuskan akan mengkaji ulang besaran tarif pungutan tersebut karena mendapat protes dari pengusaha.

Selain itu, dalam pertemuan yang digelar di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian juga dicapai kesepakatan awal dengan pengusaha bahwa penerapan pungutan tidak ada pengecualian maupun perbedaan tarif alias merata kepada seluruh industri hulu hingga hilir.

Demikian diungkapkan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman usai menghadiri Rapat Sosialisasi Program Pengembangan Kelapa Sawit Berkelanjutan antara pemerintah dengan asosiasi pengusaha. Menurut dia, ada ketidakadilan apabila penerapan pungutan itu ada industri yang dikecualikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Awalnya cuma ekspor (CPO) saya yang kena pungutan. Kami ingin semua pihak terkena, jangan sampai nantinya merasa kok ekspor yang dibebani sendirian, yang lain tidak. Nah, akhirnya sudah disepakati akan ada sharing beban, baik untuk pemakaian biodiesel, pemakaian dalam negeri, dan lainnya, semua kena (pungutan)," kata Adhi usai mengikuti rapat, Senin (22/6).

Ia menjelaskan, dengan diterapkan pungutan secara merata ekspor CPO dan produk turunannya maka besaran tarif bisa berkurang. Hal ini sangat diperlukan karena CPO merupakan komoditas yang juga menjadi andalan ekspor negara lain. Menurut Adhi, apabila ekspor CPO dikenakan pungutan besar maka industri nasional akan dirugikan.

Maka dari itu, kata dia, kesepakatan untuk membahas lebih lanjut besaran pungutan ekspor CPO ini masih harus dihitung lebih detil lagi. "Ya akan dibicarakan lagi (pungutan ekspor CPO) tidak sampai US$ 50 per ton. Akan dikalkulasi ulang. Karena yang penting kesepakatannya targetnya itu (hasil pungutan) US$ 750 juta," ujarnya.

Adhi menyebutkan, dari total target hasil pungutan yang disepakati sebesar US$ 750 juta per tahun itu, akan dibagi untuk besaran pungutan yang dikenakan pada ekspor CPO, untuk industri produk hilir dalam negeri, serta untuk biodiesel. Dan keputusan untuk berapa besaran pungutan yang ideal nanti ada di tangan Kepala Badan Layanan Umum (BLU) Pengelola Dana CPO Fund Bayu Krisnamurthi.

Meski demikian, Adhi belum bisa menyebutkan berapa perubahan dari besaran pungutan ekspor CPO yang ideal untuk nantinya dikenakan.

"Sekarang kan total produksi CPO 28 juta ton. Kalau US$ 750 juta hasil pungutan dibagi 28 juta ton, ya sekitar itu seharusnya yang dikenakan ke ekspor CPO. Tapi saya kira rata-rata akan di bawah US$ 30 per ton untuk pungutan ekspornya. Lalu terbesar kedua minyak goreng, ketiga biodiesel, dan seterusnya, semakin ke hilir makin kecil nilai pungutannya,” jelas Adhi.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER