Pengembang Sudah Tunda Proyek, Pelonggaran KPR Dinilai Telat

Giras Pasopati | CNN Indonesia
Kamis, 25 Jun 2015 13:59 WIB
"Beberapa perusahaan sudah menyatakan akan menunda peluncuran proyek baru tahun ini karena pelemahan ekonomi," ujar analis Mandiri Sekuritas.
Pengunjung melihat pameran properti di Jakarta, Selasa, 5 Mei 2015. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kebijakan pelonggaran kredit untuk properti yang dilakukan Bank Indonesia (BI) dinilai tidak bakal langsung memberikan efek signifikan untuk meningkatkan penjualan dan pemasaran industri tersebut saat ini. Pasalnya banyak pengembang yang sudah terlanjut menunda rencana proyeknya karena melemahnya ekonomi Indonesia.

Seperti diketahui BI telah melonggarkan aturan loan to value (LTV) untuk kredit rumah dan apartemen di atas 70 meter persegi, dari 70 persen menjadi 80 persen. Sehingga uang muka (down payment/DP) yang harus disediakan calon pembeli tidak lagi minimal 30 persen melainkan cukup 20 persen. Pelonggaran LTV juga diterapkan untuk kredit rumah kedua dan ketiga. 

Analis Mandiri Sekuritas Liliana S. Bambang mengatakan kebijakan itu bertujuan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Terjadi juga pelonggaran jaminan pengembang untuk rumah yang masih dalam tahap konstruksi (untuk KPR rumah pertama).

“Kami menilai aturan LTV baru itu tidak dapat mendorong sektor properti secara signifikan. Namun kami positif terhadap kebijakan itu, karena pemerintah tidak terlalu ketat terhadap sektor properti,” ujarnya dalam riset, Kamis (25/6).

Liliana menambahkan, selain itu pelonggaran diberikan tanpa membebaskan tekanan. Pemerintah, lanjutnya, juga tetap menerapkan PPnBM 20 persen dan berpotensi mengubah kalkulasi pajak barang mewah sekali (PPh 22)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Meskipun demikian, kami masih sedikit khawatir terhadap risiko marketing sales, karena itu kami masih menetapkan rekomendasi netral untuk saham sektor properti. Beberapa perusahaan sudah menyatakan akan menunda peluncuran proyek baru tahun ini karena pelemahan ekonomi, terutama untuk proyek gedung tinggi,” jelasnya.

Saat ini jelas Liliana, Mendiri Sekuritas lebih merekomendasikan investor untuk memegang saham properti berkapitalisasi besar seperti PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), dan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON).

“Sementara untuk saham lapis dua, PT Ciputra Surya Tbk (CTRS) dan PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) terlihat menarik, tetapi kami sedikit khawatir terhadap pembelian proyek pengembang lapis dua, karena kondisi likuiditas di tengah pasar yang volatile,” jelasnya.

Seperti diketahui, kebijakan BI tersebut tertuang dalam PBI No.17/10/PBI/2015 tentang Rasio LTV atau Rasio Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor, yang berlaku sejak tanggal 18 Juni 2015. Hal itu dilakukan guna mendorong pertumbuhan kredit dan ekonomi yang sedang melemah.

Berdasarkan data BI per April 2015, perbankan mengalami perlambatan pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga (DPK) yang diikuti dengan kenaikan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).

Menurut catatan BI, pertumbuhan kredit per April 2015 hanya tumbuh 10,4 persen, menurun dari pertumbuhan kredit 11,3 persen per Maret 2015.

Kemudian, DPK tumbuh 14,2 persen per April 2015, dari pertumbuhan 16,0 persen per Maret 2015. Serta, NPL netto naik 0,1 persen menjadi 2,5 persen per April 2015, dari posisi 2,4 persen per Maret 2015.
(gir/gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER