Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah penjualan properti anjlok 40 persen pada kuartal I 2015, Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) berharap pasar hunian nasional kembali bergairah menyusul rencana Bank Indonesia melonggarkan aturan kredit kepemilikan rumah.
Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) akan melonggarkan aturan rasio pinjaman terhadap aset (
loan to value/LTV) atas KPR. Untuk kepemilikan rumah pertama, plafon perbankan dinaikkan 10 persen menjadi 90 persen dari nilai aset sehingga otomatis uang muka yang harus ditanggung konsumen turun menjadi 10 persen.
"Kami sudah lama mengharapkan ini karena sejak LTV dinaikkan pada akhir 2013, penjualan kami menurun," ujar Ketua Umum REI Eddy Hussy kepada CNN Indonesia, Rabu (20/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(Baca juga:
Ambil Kredit Rumah Kini Cuma Perlu Siapkan DP 10 Persen)
Kebijakan positif bank sentral ini, kata Eddy, diyakini akan sedikit menggairahkan industri properti di tengah perlambatan pertumbuhan yang telah berlangsung sejak tahun lalu. Berdasarkan catatan REI, industri properti nasional hanya tumbuh sekitar 8,4-10 persen pada tahun lalu, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai ksiaran 20-25 persen.
Melambatnya pertumbuhan bisnis hunian pada 2014, jelas Eddy, tak hanya disebabkan oleh pengetatan aturan LTV KPR, tetapi juga karena situasi politik yang memanas selama Pemilu. Eddy tidak menyangka kalau perlambatan usaha berlanjut pada tahun ini seiring dengan menurunnya daya beli dan meningkatnya biaya produksi.
"Perlu ada insentif atau stimulus untuk mendorong agar dunia usaha kembali bergairah. Salah satunya dengan pelonggaran aturan LTV," katanya.
Sepanjang periode Januari-Maret 2015, Eddy Hussy mengungkapkan penjualan properti di Tanah Air anjlok 40 persen dibandingkan dengan pencapaian kuartal terakhir 2014.
Disinggung mengenai potensi kenaikan harga properti akibat pelonggaran LTV, Eddy Hussy mengatakan ketakutan tersebut terlalu berlebihan. Pasalnya, di tengah kondisi ekonomi yang memprihatinkan, pengembang kesulitan untuk menjual properti.
"Kalaupun uang muka KPR diturunkan, boro-boro harga properti bisa naik, bisa jual saja sudah syukur," katanya.
Selama ini, jelas Eddy, kenaikan harga properti bukan karena pengembang ingin mengeruk untung sebesar-besarnya, melainkan karena biaya tenaga kerja dan harga-harga material konstruksi yang melonjak. Bahkan, rata-rata pengembang properti terpaksa memangkas keuntungannya pada tahun lalu demi menyeimbangkan antara kenaikan biay aproduksi dengan ekmampuan daya beli konsumen.
"Misalnya harga material naik 15 persen, harga properti cuma kami naikkan 12 persen. Dengan kondisi ekonomi yang melambat ini, developer sudah mengurangi profit," katanya.
Untuk tahun ini, Eddy Hussy belum dapat memastikan berapa persen potensi pertumbuhan industri properti. Namun, dia meyakini pelonggaran aturan LTV KPR akan berdampak positif terhadap bisnis hunian di Tanah Air.
Berdasarkan hasil survei Bank Indonesia (BI), indeks harga properti residensial tumbuh sebesar 1,44 persen pada kuartal I 2015 dibandingkan kuartal sebelumnya (qtq) atau tumbuh 6,27 persen dibandingkan Januari-Maret 2014 (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan periode Oktober-Desember 2014 yang sebesar 1,54 persen (qtq) atau 6,29 persen (yoy).
(ags/ags)