KPPU Bantah Adanya Beda Pendapat Terkait Share Swap Mitratel

CNN Indonesia
Senin, 29 Jun 2015 15:54 WIB
"Kami tidak ingin menimbulkan persepsi yang salah terhadap tugas dan fungsi KPPU," ujar Kepala Bagian Kerja Sama Dalam Negeri KPPU.
PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (Dok. Tower Bersama)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membantah terjadinya beda pendapat antara komisioner komisi dalam menilai rencana tukar guling saham PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk.

Melalui keterangan pers, Biro Hukum, Humas dan Kerjasama KPPU menyayangkan pemberitaan di media massa yang menyebut-nyebut nama sejumlah komisioner KPPU dalam melakukan penilaian atas aksi korporasi itu.

Dendy R. Sutrisno, Kepala Bagian Kerja Sama Dalam Negeri KPPU menjelaskan terkait transaksi share swap Mitratel, pintu yang memungkinkan bagi KPPU untuk melakukan penelaahan adalah dengan mengkaji proses kontrol merger atau akuisisi tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Dendy, dalam kaitan tersebut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 Pasal 28 jo. PP Nomor 57 tahun 2010 mengatur mengenai post-merger notifikasi. Sesuai ketentuan itu, pelaku usaha yang melakukan transaksi merger atau akuisisi yang memenuhi threshold wajib melakukan notifikasi selambatnya 30 hari setelah transaksi merger atau akuisisi tersebut berlaku secara efektif yuridis.

“Dengan demikian KPPU baru dapat melakukan penilaian dan mengeluarkan pendapat setelah pelaku usaha terkait melakukan notifikasi ke KPPU sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujar Dendy, Senin (29/6).

Terkait dengan transaksi Mitratel, Dendy menyebut KPPU hingga saat ini belum menerima notifikasi dari pihak Mitratel atau pihak-pihak terkait karena masih dalam proses.

Oleh karena itu, Dendy menegaskan pernyataan di media massa yang mengatakan komisioner KPPU pecah kongsi dalam proses tukar guling Mitratel adalah tidak benar. “Kami tidak ingin menimbulkan persepsi yang salah terhadap tugas dan fungsi KPPU,” ujarnya.

Isu Gratifikasi

Seperti diketahui batas akhir perjanjian bersyarat (Conditional Share Exchange Agreement/CSEA) antara Telkom dan Tower Bersama untuk pelaksanaan tukar guling saham Mitratel akan berakhir di penghujung bulan ini. Belum kunjung munculnya restu dari Dewan Komisaris Telkom akan aksi korporasi tersebut membuat semakin banyak muncul upaya menggagalkan transaksi bisnis itu.

Salah satunya dalam bentuk tudingan bahwa rencana tukar guling saham anak usaha Telkom itu telah menguntungkan para Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjelang Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Telkom pada Kamis (25/6) lalu.

Selain beredar melalui media sosial, surat kaleng yang menuding manajemen Telkom telah melakukan praktik suap guna mendapat restu dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha, sampai Komisi VI DPR itu masih beredar melalui layanan pesan singkat ke kalangan pemerintah, DPR, hingga awak media pada Sabtu (27/6).

Saat Komisi VI melakukan RDP dengan manajemen Telkom pada Kamis (25/6), salah satu anggota Komisi VI Aria Bima langsung membuka topik beredarnya fitnah di dunia maya itu.

"Bagi saya ini menyakitkan dan menganggu karena selama menjadi anggota DPR selalu menjaga marwah dari lembaga ini," ujar Aria.

Ia kemudian mengundang KPK, BPK, direksi, komisaris, dan Menteri BUMN dalam rapat terbuka secara transparan untuk menguji isu miring itu. "Kalau perlu dibuat uji publik transparan dan terbuka lalu rapat dengan semua anggota Komisi VI yang kena isu gratifikasi," tukasnya.

Anggota Komisi VI dari Partai Keadilan Sejahtera Tifatul Sembiring turut meminta isu surat kaleng yang beredar di media sosial tidak ditanggapi serius.

"Namanya saja sudah surat kaleng, kenapa ditanggapi. Hal yang jelas, Aria Bima sudah klarifikasi di forum ini, dan tegas menyatakan tidak benar," kata Tifatul.

Wakil Ketua Komisi VI DPR Azzam Azman pun meminta klarifikasi langsung kepada Direktur Utama Telkom Alex J. Sinaga terkait isu miring tersebut.

Alex pun langsung menyanggah dengan mengatakan tidak tahu pemberitaan yang dimaksud."Jangankan uangnya, beritanya saja belum tahu," tegas Alex.

Terkait potensi kerugian Telkom dalam aksi korporasi, Chief Innovation and Strategy Officer Telkom Indra Utoyo mengaku telah dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 20 Mei 2015 untuk diklarifikasi terkait aksi korporasi itu.

"Kami ditanya, tetapi tidak ada hingga ke materi berpotensi korupsi itu," sanggah Indra dalam dalam Rapat Dengar Pendapat terebut.

Menurutnya hasil kajian Jaksa Agung Muda Bidang Perdata Dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) menyatakan bahwa aksi korporasi share swap yaitu investasi di Tower Bersama dan divestasi di Mitratel untuk saat ini merupakan pilihan yang terbaik dan sudah sesuai dengan peraturan eksternal maupun internal di Telkom. Proses pemilihan mitra juga disebutnya sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku di Telkom.

Sementara Hasil kajian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menyebutkan bahwa Telkom telah melakukan tahapan proses sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. BPK juga menilai, penetapan pemilihan partner yang memberikan nilai tertinggi bagi perusahaan. BPK menyimpulkan bahwa aksi korporasi tersebut bukan penjualan aset dan tidak ditemukan kerugian dan pelanggaran ketentuan dalam transaksi tersebut.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER