Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Usaha Milik Negara yang bertindak sebagai otoritas pelabuhan, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II tetap menyanggah anggapan sebagai pelaku utama kisruh
dwelling time. Masalah banyaknya lembar dokumen dan jumlah izin impor dari Kementerian Perdagangan dianggap sebagai penyebab lamanya masa
dwelling time.
"Isu
dwelling time bukan masalah di pelabuhan, tapi disebabkan oleh dokumennya. Kalo dokumen tidak bisa beres, makanya barang tak bisa keluar. Kapan kontainer bisa keluar, itu bukan tergantung dari Pelindo," ujar Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino di hadapan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (29/6).
Ia menambahkan setidaknya ada delapan kementerian yang bertanggung jawab atas lamanya
dwelling time. Seluruhnya menerbitkan izin sebanyak 400 ribu lembar sepanjang 2013. Izin-izin itu disebut Lino terbagi ke dalam 20 jenis izin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lino kemudian menegaskan bahwa izin-izin dari Kementerian Perdagangan sebagai kontributor utama dari lamanya perizinan yang berpengaruh pada proses
dwelling time. Menurut data yang dimilikinya, sebanyak 74,2 persen dari 400 ribu izin
dwelling time yang diterbitkan pada tahun itu berasal dari instansi yang dipimpin Rahmat Gobel tersebut.
"Masalahnya, pihak kementerian ingin izin yang diberikan dalam bentuk hard copy. Kalau tak segera dibikin online, maka saya jamin masalah
dwelling time tak akan pernah selesai," jelas Lino.
Seperti diketahui, proses perizinan impor, atau biasa disebut dengan pre-customs clearance memang memakan waktu paling lama, yaitu sebanyak 3,6 hari atau sebanyak 65 persen dari masa
dwelling time selama 5,5 hari. Jika perizinan pada proses itu bisa dipangkas, maka lama
dwelling time bisa dipersingkat dan bahkan bisa menekan ongkos logistik.
"Menurut survei dari McKinsey, kalau
dwelling time bisa dibenahi maka bisa mengurangi ongkos logistik sebesar lima persen, dari 24,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) ke angka 19,8 persen. Tidak usah perbanyak
hard infrastructure pelabuhan, tapi bisa dengan percepat bongkar muat dengan memperbaiki birokrasi dan manajemen saja kok," ujarnya.
Hujan KomentarSayangnya, ucapan Lino ini justru mendapat banjir komentar dari anggota Komisi VI DPR. Julian Batubara, salah satu anggota Komisi VI dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyebutkan bahwa Pelindo jangan cepat lepas tangan terkait masalah lamanya
dwelling time mengingat kejadian tersebut berada di wilayah otoritasnya.
"Pasti masalah lama
dwelling time ini ada kontribusi dari Pelindo, tidak hanya masalah dokumen. Pelindo ada baiknya jangan lepas tangan, kan kejadiannya ada di pelabuhan yang merupakan wilayah Pelindo II," ujarnya di lokasi yang sama.
Sebelumnya selain Kementerian Perdagangan, Pelindo juga menyalahkan Badan Karantina Kementerian Pertanian, Bea Cukai Kementerian Keuangan, Badan Karantina Kementerian Perikanan dan Kelautan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Kementerian Perindustrian dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atas lamanya
dwelling time yang dianggap merugikan negara sebesar Rp 780 triliun selama satu tahun.
Selain Pelindo, pada pekan lalu Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan juga mempermasalahkan lamanya
dwelling time yang disebabkan oleh lamanya proses
pre-customs clearance. Lebih lanjut, DJBC Kementerian Keuangan mengatakan bahwa 51 persen komoditas impor masih diwajibkan untuk memenuhi perizinan impor dari instansi teknis terkait sehingga
dwelling time semakin lama.