Minta Kejelasan Investasi, Bos Freeport Temui Jokowi

Resty Armenia | CNN Indonesia
Kamis, 02 Jul 2015 12:34 WIB
Pemerintah tengah meminta masukan dari ahli hukum terhadap kemungkinan pemerintah bisa memberikan izin baru bagi Freeport tanpa melanggar hukum.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said bersama Chairman Freeport-McMoran James R Moffett (belakang) dan Presiden Direktur PT. Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin (kanan), bersiap memberi keterangan pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Minggu, 25 Januari 2015. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- James R. Moffett, Chairman Freeport-McMoran, perusahaan pemilik PT Freeport Indonesia asal Amerika Serikat secara diam-diam menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pagi ini, Kamis (2/7).

Tanpa ada pemberitahuan agenda pertemuan yang sampai ke para wartawan yang sehari-hari bertugas di Istana Kepresidenan, Moffett dan Jokowi bertemu didampingi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.

Usai pertemuan sekitar dua jam tersebut berlangsung, Menteri ESDM Sudirman Said menjelaskan maksud dari pertemuan tersebut adalah Moffett ingin meminta kepastian kelangsungan izin usahanya di Indonesia. Pasalnya, tidak lama lagi Freeport Indonesia akan menyelesaikan penanaman investasi dengan nilai total US$ 18 miliar untuk menmbangun infrastruktur tambang bawah tanah di Papua dan smelter di Gresik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Mereka sudah menyiapkan investasi senilai US$ 18 miliar, sebesar US$ 2,5 miliar diantaranya untuk smelter selebihnya untuk pembangunan underground mining,” kata Sudirman di Istana Kepresidenan, Kamis (2/7).

Menurutnya kalau segalanya lancar, September ini Freeport akan me-launching pertambangan bawah tanah di Papua yang akan menjadi tambang bawah tanah terbesar di dunia.

Sudirman menilai pesan yang ingin disampaikan manajemen Freeport dengan bertemu Jokowi sudah sangat jelas, bahwa pengelola tambang Grasberg tersebut ingin terus berinvestasi dan pemerintah ingin memfasilitasi kelangsungan usahanya.

Masalah kemudian muncul karena Kontrak Karya (KK) Freeport yang akan habis pada 2021, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara baru dapat diajukan permohonan perpanjangan aktivitas pertambangannya paling cepat dua tahun sebelum kontrak berakhir.

Namun menurut Sudirman, kalau harus menunggu sampai 2019 saat pemerintah baru bisa mengambil keputusan, maka dipastikan produksi Freeport dipastikan mengalami penurunan.

“Karena itu harus dicari format yang tidak melanggar hukum. Sekarang mereka mengajukan apakah bisa konversi dari KK ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sesuai Undang-Undang Minerba bisa dilakukan secepat mungkin. Karena hal itu menurut mereka menjadi jalan keluar untuk meneruskan investasi,” ujar Sudirman.

Pemerintah menurut Sudirman tengah meminta masukan dari ahli hukum terhadap kemungkinan pemerintah bisa memberikan izin baru bagi Freeport tanpa melanggar hukum.

“Tetapi bukan berarti IUPK-nya diberi untuk sekian belas tahun yang akan datang. Kalaupun IUPK disetujui, diusahakan sama jangka waktunya dengan KK saat ini. Jangan membayangkan karena mereka maju perizinan sekarang, kemudian diberikan untuk jangka waktu panjang,” tegasnya.

Mantan bos PT Pindad (Persero) itu menambahkan untuk mencapai kesepakatan IUPK, pemerintah pusat, pemerintah daerah dan Freeport telah membahas 17 poin kesepakatan. Sebanyak 11 poin kesepakatan sudah diselesaikan dengan Pemerintah Daerah. Sementara enam poin kesepakatan dengan pemerintah pusat masih tersisa dua poin yang belum menemukan titik temu.

“Dua poin itu mengenai jumlah kontribusi pada penerimaan negara, yang harus lebih meningkat. Pembahasannya bersama Kementerian Keuangan kalau yang itu. Sementara satu lagi kaitannya dengan kelanjutan operasi, yang itu menunggu waktu dan cara yang tepat,” jelasnya.

Siap Divestasi

Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin menegaskan perusahaannya berkomitmen untuk mengikuti apapun keputusan yang pemerintah ambil.

“Kami sudah siap mengikuti semua aturan, termasuk smelter di Gresik yang nantinya akan mengolah konsentrat hasil produksi tambang bawah tanah, lalu membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Uru Muka berkapasitas 1.000 megawatt (MW) yang akan memberi manfaat bagi masyarakat sekitar,” kata Maroef.

Terkait ketentuan Pasal 112D ayat (2) PP Nomor 77 Tahun 2014 bahwa Freeport wajib melaksanakan ketentuan divestasi saham sebesar 20 persen paling lambat setahun sejak PP diundangkan, Maroef menyatakan siap mengikuti ketentuan tersebut.

“Divestasi kan nanti Oktober 2015 baru dilepas. Sehingga saham pemerintah bisa mencapai 20 persen,” kata Maroef.

Seperti diketahui saat ini pemerintah baru memegang sekitar 9,36 persen saham Freeport. Dengan demikian tahun ini perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut harus menawarkan minimal 10,64 persen sahamnya kepada pemerintah sehingga saham negara di Freeport mencapai 20 persen. Satu tahun berikutnya, Freeport juga wajib mendivestasikan 10 persen sahamnya kepada pemerintah. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER