Jakarta, CNN Indonesia -- Ombudsman Republik Indonesia menilai Peraturan Kelautan dan Perikanan Nomor 02/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (
Trawls) dan Pukat Tarik (
Seine Nets) menyalahi adminitrasi.
Karenanya, lembaga negara pengawas pelayanan publik itu memberikan rekomendasi kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti menunda kebijakan itu dengan menerbitkan peraturan baru.
Ombudsman menyebutkan terdapat tiga poin maladministrasi yang terkait dengan penerbitan Permen-KP tersebut. Pertama, penerbitannya menyimpang dari prosedur atau tidak sesuai dengan tata cara pembentukan perundang-undangan sesuai UU 12/2011.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Peraturan Nomor 02/PERMEN-KP/2015 diterbitkan tanpa memberikan akses yang cukup kepada masyarakat untuk memberikan masukan," ujar Ketua Ombudsman RI, Danang Girindrawardana melalui keterangan pers, Minggu (5/7).
Kedua, lanjut Danang, penerbitan peraturan ini melampaui kewenangan yang terdapat pada ketentuan induknya, yakni UU 31/2004 tentang Perikanan.
Menurutnya, pada Pasal 9 UU Perikanan disebutkan alat tangkap yang dilarang adalah jenis jaring trawls atau pukat harimau. Sementara pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan mengatur larangan penggunaan alat tangkap Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets).
"Artinya, peraturan menteri ini memasukkan alat tangkap Pukat Tarik (Seine Nets) padahal alat tangkap tersebut tidak ada dalam UU Perikanan," tuturnya.
Ketiga, lanjut Danang, peraturan Menteri Susi ini mengandung unsur perbuatan yang tidak patut lantaran proses penerbitannya tidak melalui proses sosialisasi dan waktu transisi yang cukup. Alhasil, Permen-KP ini mengakibatkan keributan di kalangan nelayan dan pemilik kapal tangkap ikan serta menimbulkan kesulitan ekonomi bagi nelayan.
"Atas pertimbangan itu, Ombudsman merekomendasikan Menteri Kelautan dan Perikanan untuk menunda pemberlakuan Peraturan No. 02/PERMEN-KP/2015 dan menerbitkan peraturan baru yang mengacu pada tiga poin berikut," kata Danang.
Pertama, asas dan tahapan sesuai UU 12/2011. Kedua, rumusan peraturan yang lebih baik dengan mengatur antara lain mengenai kejelasan definisi dan detail spesifikasi alat tangkap. Ketiga, memberikan masa waktu transisi implementasi peraturan yang baru sekurang-kurangnya dua tahun untuk memberikan kesempatan kepada nelayan untuk menyesuaikan perubahan.
“Sesuai ketentuan Pasal 38 UU 37/2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, Rekomendasi Ombudsman wajib dilaksanakan dan dilaporkan pelaksanaannya dalam waktu paling lambat 60 hari terhitung sejak tanggal diterimanya Rekomendasi ini,” tuturnya.
jelas Danang.