BKF: Penaikan Bea Masuk, Konsep Lama yang Baru Dieksekusi

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Kamis, 23 Jul 2015 20:06 WIB
Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro telah menerbitkan PMK Nomor 132/0.10/2015, yang memuat penyesuaian tarif bea masuk atas 1.151 item produk impor.
Serah terima jabatan Pejabat lama PLT Kepala Badan Kebijakan Fiskal Andin Hadiyanto (kanan) kepada Pejabat baru PLT Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara (kiri). Kementerian Keuangan. Jakarta, Jumat, 6 Februari 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Suahasil Nazara menegaskan penaikan tarif bea masuk barang konsumsi bukan kebijakan instan pemerintahan Joko Widodo karena sudah dirumuskan sejak lama, sebelum dirinya dilantik menjadi Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF).

"Ini sebenarnya sudah lama, dari kita melihat data konsumsi dalam negeri terhadap barang impor makin lama makin besar, mungkin kini saatnya kita membantu industri domestik," ujar Suahasil saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Kamis (23/7).

Sebagai informasi, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 132/0.10/2015 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor pada 9 Juli 2015. Beleid tersebut merupakan revisi terbaru dari PMK Nomor 213/PMK.011/2011, yang didalamnya memuat penyesuaian tarif bea masuk atas 1.151 item produk impor.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, perumusan tarif bea masuk ini sudah lama berlangsung dan melibatkan beberapa Kementerian terkait seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Namun seiring berjalannya waktu, pembahasan perumusan tarif tersebut selalu tersendat dan tidak kunjung terealisasi.

"Proses antar-departemennya selalu berlarut-larut, kemudian akhirnya saya putuskan sekitar bulan April proses untuk bikin PMK dan perundangannya," ujarnya.

Dengan kenaikan tarif tersebut, ia pun menyangkal kebijakan ini akan melemahkan daya beli masyarakat di tengah pelambatan ekonomi. Menurutnya, sulit mencari waktu yang pas jika harus disandingkan dengan kondisi perekonomian yang tidak menentu tiap waktu.

"Tapi nanti akan terkompensasi dengan industri dalam negeri yang terdorong," ujar Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu. (ags)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER