AirAsia Minta Investor Domestik Suntik Tambahan Modal

Safyra Primadhyta, Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Rabu, 05 Agu 2015 17:17 WIB
Upaya penambahan modal Indonesia AirAsia akan dilakukan oleh investor domestik, bukan dari induk AirAsia Berhad.
Grup CEO AirAsia Tony Fernandes berfoto bersama manajemen AirAsia setelah kembali menerima penghargaan The World's Best Low Cost Carrier untuk yang ke-7 kalinya di Paris Air Show, Le Bourget. (Dok. AirAsia)
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Indonesia AirAsia menyatakan upaya penambahan modal untuk memperbaiki ekuitasnya yang minus menjadi positif tidak akan membuat kepemilikan asing menjadi dominan.

Hal ini bertujuan untuk mematuhi asas cabotage di mana kegiatan penerbangan domestik harus dilakukan oleh perusahaan yang mayoritas kepemilikan sahamnya dikuasai oleh pemegang saham Indonesia.

“Ya pokoknya kami akan memenuhi prinsip cabotage, nanti tambahan modal dari dalam negeri,” kata Presiden Direktur Indonesia AirAsia Sunu Widyatmoko di Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Jakarta, Rabu (5/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

AirAsia Indonesia tercatat sebagai anak usaha dari AirAsia Berhad asal Malaysia yang mendirikan anak usaha di tanah air pada 2004 dengan mengakuisisi PT Air Wagon Internasional (AWAIR). AWAIR sebenarnya telah beroperasi di Indonesia sejak 1999 untuk beberapa rute penerbangan domestik. Namun, karena persaingan yang ketat di bisnis aviasi, AWAIR hanya bertahan setahun dan gulung tikar pada 2000.

Ketika memutuskan mengakuisisi AWAIR, Tony Fernandes sebagai bos AirAsia mengajak beberapa pengusaha lokal untuk membelinya. Sehingga komposisi kepemilikan saham perusahaan ketika beroperasi pertama kali pada 1 Desember 2005 menggunakan nama PT Indonesia AirAsia, terdiri dari 49 persen dimiliki oleh AirAsia International Limited kemudian pemegang saham lokalnya adalah Pin Harris sebesar 20 persen, Sendjaja Widjaja sebesar 21 persen dan PT Fersindo Nusaperkasa sebesar 10 persen.

Dalam perkembangan selanjutnya, pemegang saham lokal Indonesia AirAsia diwajibkan membentuk perusahaan bersama untuk menggabungkan kepemilikan saham yang tersebar ke tiga pihak. Hal tersebut untuk memenuhi ketentuan Pasal 108 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang mewajibkan salah satu pemegang modal nasional harus tetap lebih besar daripada pemegang modal asing, atau single majority.

Kendati saham mayoritas Indonesia AirAsia dipegang oleh investor domestik, tetapi kendali manajemen tersebut tetap dipegang oleh induk perusahaannya di Malaysia. Hal tersebut bisa dilihat dari tunduknya manajemen perusahaan kepada Rapat Umum Pemegang Saham AirAsia Berhad yang menentukan strategi pengembangan bisnis setiap kuartalan. Namun, untuk operasional maskapai, AirAsia tunduk dan patuh pada regulasi Indonesia.

Berekuitas Minus

Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengumumkan bahwa Indonesia Air Asia bersama 11 maskapai penerbangan lain memiliki ekuitas negatif.

“Pengertian ekuitas negatif itu ada modalnya, tapi ruginya jauh lebih besar sehingga ekuitasnya jadi negatif,” kata Jonan di kantornya.

Lebih jauh Jonan menegaskan penambahan modal yang dilakukan oleh perusahaan tidak diperkenankan melanggar asas cabotage. Sebagai konsekuensinya, penambahan modal tersebut tidak boleh membuat komposisi pemilikan perusahaan menjadi didominasi oleh pemilik asing.

“Perusahaan penerbangan yang berada di Indonesia harus dimiliki oleh perorangan yang berkewarganegaraan Indonesia sehingga tidak bisa penambahan modal itu kalau misalnya asingnya lebih besar ya registrasi indonesianya akan dicabut,” tambah Jonan.

Sunu menambahkan sejauh ini upaya penambahan modal Indonesia AirAsia akan dilakukan oleh investor domestik, bukan dari induk perusahaannya AirAsia Berhad.

Lebih lanjut, Sunu yakin ekuitas perusahaan akan kembali positif pada 30 September 2015 sesuai kebijakan Menteri Jonan.

Beberapa waktu lalu pun, Sunu telah menyebutkan akan meminta perpanjangan waktu dari Kemenhub untuk memperbaiki ekuitas perseroan. Pasalnya, aksi korporasi yang berdampak pada ekuitas perusahaan harus mendapatkan persertujuan dari pemegang saham.

“Karena ini perusahaan publik dalam bentuk PT (Perusahaan Terbatas), maka membutuhkan untuk RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Itu kan membutuhkan waktu juga untuk approval. Jadi tidak bisa cepat,” tutur Sunu saat ditemui usai menghadiri acara halal-bihalal perseroan di Jakarta, Kamis (30/7). (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER