Menhub Jonan Enggan Campuri Konflik Pekerja dan Pelindo II

Diana Mariska | CNN Indonesia
Kamis, 06 Agu 2015 17:09 WIB
Sebelumnya mantan bos PT Kereta Api Indonesia telah mempermasalahkan perpanjangan kerjasama pengelolaan JICT antara Pelindo II dan Hutchison Port.
Menteri Perhubungan
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan mengaku enggan turut campur dalam konflik yang terjadi antara Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT) dengan manajemen PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau Pelindo II.

“Urusan perserikatan begitu, saya tidak mengurusi,” ujar Jonan ketika ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (6/8).

Sebelumnya mantan bos PT Kereta Api Indonesia (Persero) tersebut telah mempermasalahkan perpanjangan kerjasama pengelolaan JICT Tanjung Pelabuhan Priok yang dibuat Pelindo II dengan perusahaan asal Hong Kong Hutchison Port Holding (HPH).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jonan meminta pengelolaan pelabuhan yang akan habis masa kontraknya tidak lagi diperpanjang dengan pihak ketiga berbadan hukum asing. Hal tersebut disampaikan Jonan dalam surat bernomor AI. 107/1/5 Phb 2015 yang diteken 25 Juni kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno.

“Disarankan agar semua perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga pada terminal yang sudah sekian lama dikerjasamakan, untuk tidak diperpanjang lagi. Di samping karena memiliki potensi besar bagi negara, juga dalam rangka kemandirian nasional,” kata Jonan dalam surat tersebut.

Sementara itu, PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II/IPC) bersikeras tetap memperpanjang kontrak kerjasama dengan perusahaan asal Hong Kong Hutchison Port Holding (HPH) untuk kembali mengelola dua terminal kontainer di Jakarta yaitu Jakarta International Container Terminal (JITC) dan Terminal Peti Kemas (TPK) Koja hingga 2039.

Tak ayal, Jonan menentang keputusan tersebut. Menurutnya, sudah saatnya pengelolaan dua terminal tersebut ada di tangan Pelindo II tanpa melibatkan pihak asing apalagi kerjasama tersebut sudah berjalan selama belasan tahun. Diyakininya, selama jangka waktu tersebut pasti sudah ada transfer pengetahuan dan teknologi dari pihak asing ke anak bangsa.

“Pak Lino (Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino) kan orang hebat masak mengelola sendiri nggak bisa? Kan nggak mungkin dia ngelola sendiri nggak bisa,” kata Jonan.

Sementara Serikat Pekerja JICT mengaku menemukan kejanggalan dalam perpanjangan konsesi JICT kepada HPH oleh Pelindo II. Firmansyah, Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja JICT menilai perpanjangan konsesi harus dibatalkan karena tiga alasan.

Pertama, kata Firmansyah, dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, terdpat pemecahan antara fungsi regulator dan operator. Pelindo II sebagai BUMN operator dinilai tidak punya hak untuk melakukan perpanjangan konsesi karena itu domain dari otoritas pelabuhan yang berada di bawah kementerian Perhubungan.

Lalu, lanjutnya, harga privatisasi JICT saat ini sebesar US$ 215 juta dinilai tidak wajar mengingat ketika konsesi awal dibuat pada 1999 harganya sebesar US$ 243 juta. Padahal, kapasitas dan aset pelabuhan saat ini sudah meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan saat krisis ekonomi 1999.

"Dulu, 1999, JICT diprivatisasi karena saat itu krisis ekonomi dan pemerintah butuh dana untuk menambal APBN. Sekarang aset bangsa yang sudah bisa dikelola sendiri dan mendapat pengakuan dari internasional, kenapa dijual lebih murah dari pada 1999? Padahal sekarang tidak sedang krisis," tuturnya.

Mengenai desakan pemecatan direksi Pelindo II, Firmansyah beralasan karena mereka telah melakukan tindakan represif terhadap karyawan JICT.

"Lalu mengenai program Nawa Cita Jokowi, disebutkan soal kemandirian ekonomi di mana pengelolaan aset-aset strategis dikelola oleh anak bangsa. Kami akan upayakan terus sampai berhasil," katanya. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER