Jakarta, CNN Indonesia -- Di tengah penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengusulkan agar anggaran lembaganya tahun depan bisa kembali menggunakan mekanisme retensi.
Hal ini diusulkan lantaran SKK Migas mengaku kesulitan melewati administrasi yang panjang sebelum menggunakan anggaran yang bersumber dari APBN.
"Ke depan saya nggak mau pakai APBN," ujar Sekretaris SKK Migas Budi Agusetyono di Jakarta, Selasa (11/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagaimana diketahui, tahun ini SKK Migas memperoleh anggaran senilai Rp 1,9 triliun yang dananya bersumber dari APBN 2015. Sebelumnya, anggaran regulator hulu migas nasional itu berasal dari dana retensi yang diperoleh dari pengalokasian 1 persen Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor hulu migas.
Untuk memuluskan rencana tersebut, SKK Migas akan membahas usulan bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang saat ini memayunginya pasca perubahan status dari BP Migas.
"Akhirnya ini mau dibawa ke Menteri. Nanti akan ada rapat lagi," tutur Budi.
Kurangi Komite PengawasSelain pembahasan mengenai anggaran internal, Budi mengatakan SKK Migas juga tengah mengevaluasi perubahan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Di mana satu diktum yang dibahas adalah pengurangan jumlah Komite Pengawas (Komwas) lembaganya. Adapun bahasan ini berangkat dari struktur Kementerian ESDM yang tak menggunakan Wakil Menteri.
"Di Kementerian ESDM kan tidak ada Wakil Menteri sekarang, jadi Perpres harus diubah. Jadi ke depan tidak ada Wakil Menteri ESDM lagi," kata Budi.
Saat ini, terdapat empat orang yang menjadi Komite Pengawas SKK Migas. Keempat orang tadi meliputi Menteri dan Wakil Menteri ESDM, Wakil Menteri Keuangan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
(gen)