Kejatuhan Harga Minyak Kian Mengancam Industri Migas Nasional

Diemas Kresna Duta | CNN Indonesia
Rabu, 29 Jul 2015 14:29 WIB
SKK Migas akan mempercepat penyerahan WP&B agar pemerintah bisa memperoleh proyeksi pendapatan optimal dari lifting minyak tahun ini.
Lapangan Bukit Tua, yang menjadi wilayah kerja kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) Petronas Carigali. (Dok. Petronas Indonesia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Fenomena makin merosotnya harga minyak mentah dunia dalam beberapa waktu terakhir bakal menambah suram industri minyak dan gas bumi (migas).

Tak terkecuali, industri migas Indonesia yang diprediksi bakal menelan pil pahit akibat kejatuhan harga emas hitam yang saat ini hanya bergerak di level US$ 50 per barel.

Bahkan, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) selaku regulator hulu migas nasional tak menampik telah mendengar sejumlah rumor mengenai adanya isu pemutusan hubungan kerja (PHK) yang bakal dilakukan perusahaan-perusahaan migas Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tapi itu baru rumor yang beredar di Whatsapp, BBM dan mailing list ya. Kalau secara resmi SKK Migas belum dapat info langsung dari Kontraktor," kata Kepala Humas SKK Migas Elan Biantoro di kantornya di Jakarta, Rabu (29/7).

Elan mengungkapkan, SKK Migas akan terus melakukan komunikasi secara intensif dengan kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) guna menyiasati pelemahan harga. Satu upaya komunikasi dan koordinasi yang telah dilakukan ialah mempercepat revisi penyusunan rencana kerja dan anggaran atau Work Plan and Budgeting (WP&B) yang perhitungannya telah rampung Juni kemarin.

Ia mengaku percepatan revisi WP&B dimaksudkan agar pemerintah dapat mengetahui lebih cepat proyeksi produksi dan pendapatan dari sektor hulu migas di tengah ambruknya harga minyak.

"Dan terbukti, banyak KKKS menyatakan akan mengurangi kegiatan pengembangannya tahun ini seperti Pertamina. Selain itu, dari upaya ini kita juga memprediksi bahwa pendapatan dari sektor hulu migas akan turun," kata Elan.

Meski enggan membeberkan secara detil mengenai prediksinya, Elan menyatakan turunnya pendapatan migas nasional tahun ini tak bisa dihindari lantaran adanya sejumlah sentimen negatif.

Selain faktor harga yang rendah, katanya penurunan pendapatan juga akan terjadi akibat belum signifikannya peningkatan jumlah produksi minyak dan kondensat tahun ini yang ditaksir berada di kisaran 826 ribu barel per hari (bph)

"Bisa di atas 1.000 bph dari target APBNP itu (825 ribu Bph) berkat produksi Banyuurip. Sekarang tergantung kurs rupiah terhadap dolar-nya berapa karena salah satu faktornya ya itu juga,” jelasnya.

Jangan Tambah Beban

Di kesempatan berbeda, Presiden Direktur PT Medco Energi Internasional Tbk Lukman Mahfoedz membenarkan bahwa rendahnya harga minyak telah mengancam kegiatan operasional dan investasi perusahaan dalam mengembangkan proyek eksplorasi dan produksi.

"Saat ini KKKS dalam situasi yang sulit akibat harga minyak lebih rendah 50 persen dari sebelumnya (tahun lalu). Selain itu, tantangan kedua adalah bagaimana menaikkan angka produksi karena lapangan kita ini belum ada discovery yang besar. Jadi karena rendahnya harga menjadi faktor dari pengurangan kegiatan eksplorasi," kata Lukman.

Berangkat dari hal ini, ia pun meminta pemerintah memberi perhatian lebih pada pelaku usaha di sektor migas. "Jangan ditambahi hal-hal (aturan) yang lain lagi," tandasnya. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER