Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengubah rencana pembangunan proyek kereta api ringan atau light rail transit (LRT) terkait penunjukkan kontraktor pelaksana proyek.
Apabila sebelumnya pelaksanaan sarana dan prasarana LRT hanya dikuasakan kepada PT Adhi Karya Tbk, pemerintah sepakat untuk mengalihkan sebagian kewenangan eksekusi proyek ke PT Jakpro dan perusahaan lain.
Kesepakatan tersebut dihasilkan pemerintah dalam rapat koordinasi lintas kementerian yang melibatkan Gubernur DKI, Basuki Tjahja Purnama; Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution; Menteri BUMN, Rini Soemarno; dan Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Darmin Nasution mengatakan beberapa hari lalu sebenarnya pembahasan mengenai proyek LRT sudah hampir selesai karena tinggal menyisakan satu persoalan dan tinggal menunggu aturan pelaksana berupa Peraturan Presiden terbit.
Namun, kata Darmin, dalam pembahasan lanjutan terjadi perbedaan pandangan mengenai kontraktor pelaksana proyek sarana dan prasarana LRT. Apabila semula semuanya akan dikerjakan oleh pihak yang sama, yakni Adhi Karya, rapat menyepakati untuk memeecah pengerjaannya dan membagi eksekutornya ke pihak lain.
"Untuk prasarana berupa pembangunan rel yang di (Bodebek) Bogor-Depok- Bekasi akan dikerjakan oleh Adhi Karya. Untuk prasarana di DKI, dikerjakan oleh BUMD yang ditunjuk gubernur, yaitu PT JakPro. Sedangkan untuk sarananya yakni kereta, operasi, dan perawatannya, baik di Bodebek maupun DKI itu akan ditenderkan," jelasnya usai rapat koordinasi di kantornya, Kamis (20/8).
Disinggung mengenai kapan proyek ini akan berjalan, Darmin mengatakan, setelah aturan pelaksananya terbit.
"Begitu keluar Perpres, langsung jalan. Kita serahkan besok draft Perpres-nya," ucap Darmin.
Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini turut mengomentari pernyataan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kapasitas anggaran Adhi Karya yang minim untuk merampungkan proyek. Menurutnya, BUMN konstruksi itu memiliki sejumlah alternatif pembiayaan untuk itu, yakni mengandalkan suntikan dana berupa penyertaan modal negara (PMN) atau melakukan penawaran saham ke publik.
"Adhi Karya kan akan ada PMN-nya, bisa go public. Kan sudah ada modal penunjukkan. Dan pada akhirnya begitu selesai, ini akhirnya milik negara. Akan diganti biayanya," tutur Darmin.
Darmin menambahkan, proyek-proyek strategis seperti LRT penting bagi perekonomian nasional karena bisa menjadi pintu masuk dolar ke Tanah Air. Akselerasi proyek-proyek infrastruktur ini diyakini bisa memperkuat nilai tukar rupiah di masa mendatang.
"Keadaan di negara kita bukannya ada dana segar masuk, tapi cenderungnya keluar. Dan tekanan itu, ditambah psikologi pasar karena persoalan devaluasi Yuan. Karena semua itu membuat tekanan tinggi," jelasnya.
"Dalam situasi tidak ada pasokan dolar masuk, maka rupiah melemah. Itu makanya putusan untuk investasi seperti ini penting utk membuka pintu masuknya dolar," kata Darmin melanjutkan.