Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah transaksi janggal terkuak seiring dengan dilimpahkannya wewenang pengadaan minyak impor PT Pertamina (Persero) ke divisi pengadaan atau Integrated Supply Chain (ISC).
Sejak dilimpahkan ke ISC pada Juli 2015, manajemen Pertamina mengaku berhemat hingga US$ 1,31 per barel dari setiap pembelian minyak berkadar Ron 88. Padahal selama pengadaan minyak dilakukan melalui Pertamina Energy Services (PES), penghematan yang dihasilkan tak lebih US$ 0,25 per barel.
Berangkat dari hal tersebut, anggota Panitia Kerja Komisi VII DPR Inas Nasrullah menuding terdapat banyak pemburu rente di dalam pengadaan minyak impor yang selama ini dijalankan oleh PES.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sebenarnya bisa sebut siapa-siapa saja yang 'bermain'. Namun saya beri kesempatan (manajemen) Pertamina untuk mengungkapkan sendiri siapa-siapa saja yang 'bermain'," ujar Inas kepada CNN Indonesia, Selasa (25/8).
Inas mengungkapkan, praktik berburu rente di dalam bisnis impor minyak tumbuh karena adanya kongkalikong diantara beberapa oknum internal di Pertamina dan PES, dengan pengusaha yang selama ini menjalankan perusahaan trading minyak di luar negeri.
Dalam praktiknya, terang Inas oknum internal tadi sebenarnya telah menunjuk salah satu pengusaha untuk menjadi pemasok minyak impor yang akan secara rutin memasok minyak sesuai dengan klasifikasi yang dipesan oleh manajemen Pertamina dari Jakarta.
Sebagai upaya untuk menghilangkan jejak, pengusaha tadi akan bekerjasama dengan beberapa national oil company (NOC) untuk menjadi perantara guna memasok minyak.
Ini dilakukan agar mekanisme pengadaan minyak tidak menyalahi aturan yang ditetapkan oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Direksi Pertamina sehingga tidak menimbulkan kecurigan.
"Praktik ini sebenarnya sudah bukan rahasia lagi. Saya sendiri semakin yakin setelah beberapa waktu lalu melakukan inspeksi ke kantor PES. Dan saat saya cecar mereka tidak bisa jawab," terangnya.
Oleh karenanya Inas berharap, manajemen Pertamina harus serius melakukan audit investigasi yang saat masih dilakukan terhadap PES dan induk usahanya di Hongkong, Pertamina Energy Trading Limited (Petral). Tujuannya agar pengadaan minyak impor tidak lagi ditunggangi oleh kepentingan sejumlah pejabat dan pengusaha.
Disamping itu upaya audit investigasi juga harus dilakukan secara serius untuk menyelematkan aset serta piutang yang dimiliki PES, yang dikabarkan mencapai angka US$ 50 juta yang diperoleh dari belum dibayarkannya sejumlah tunggakan NOC menyusul denda keterlambatan pengadaan minyak hingga kewajiban demurage.
"Tapi sejauh ini saya angkat topi dengan Dwi Soetjipto (Direktur Utama Pertamina) dan timnya yang sudah berani merestrukturisasi mekanisme pengadaan minyak ke Indonesia. Sekarang tinggal keberanian pemerintah dan jajaran Pertamina mengungkapkan siapa-siapa saja 'pemainnya'," cetus Inas.
Lanjutkan AuditDi kesempatan berbeda, Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengatakan sampai saat ini upaya audit investigasi masih dilakukan oleh jajarannya secara profesional dan transparan.
"Semua informasi masih dalam penelitian dan penyelesaian claim masih berjalan. Pada waktunya akan kami informasikan (hasilnya)," kata Arief.
Sebagai informasi tambahan, untuk melakukan audit investigasi jajaran Pertamina diketahui menggandeng perusahaan audit asal Australia yang juga memiliki kantor di Singapura, Kordhamenta. Di mana targetnya sendiri audit investigasi paling lambat bisa diselesaikan pada tengah tahun depan.
(gen)