Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli memasukkan enam tokoh berpangkat jenderal dalam struktur gugus tugas (
task force) percepatan masa bongkar muat barang (
dwelling time) di pelabuhan. Perwakilan tentara dan polisi tersebut sengaja dilibatkan Rizal guna memberantas mafia yang selama ini bermain di pelabuhan.
“Pada dasarnya kami memahami bahwa di (pelabuhan) Tanjung Priok itu banyak mafia. Kami akan sikat kalau masih ada yang bercanda , tidak akan ragu-ragu,” kata Rizal dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (25/8).
Pengertian ‘sikat’ yang dimaksud Rizal bermacam-macam. Apabila pihak yang terlibat dalam mafia pelabuhan berasal dari oknum pejabat, maka dia mengancam pejabat itu akan digeser.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kalau ada swasta yang mengatur-atur di pelabuhan buat memperpanjang proses (
dwelling time), ini ya kita sikat. Kita hentikan kontraknya,” ujar Rizal.
Ketika ditanya siapa oknum-oknum yang terlibat mafia pelabuhan, Rizal enggan berkomentar lebih jauh.
Kendati belum menyebutkan nama-nama jenderal yang terlibat, Rizal merinci masing-masing dua Jenderal Bintang Dua berasal dari unsur Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut dan Angkatan Darat, serta dua jendral lainnya berasal dari Kepolisian Republik Indonesia.
Ketua Gugus Tugas (
Task Force) Percepatan
Dwelling Time, Ronnie Rusli mengatakan selama ini banyak oknum yang mengeruk keuntungan pribadi dari semakin lamanya bongkar muat pelabuhan.
“Mafia pelabuhan biasanya mafia kantong. Bayangin kontainer mau masuk, kan pasti nanya taruh di mana? Nah mereka (oknum) bilang gak tau, bayar dulu, baru dicariin. Kontainernya geser? Ke mana? Nah itu bayar lagi,” kata Ronnie ketika diwawancara di tempat yang sama.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo II) Richard Joost Lino menampik perusahaannya terlibat dalam lingkaran mafia pelabuhan. Lino mengklaim segala pergerakan barang di terminal yang dioperasikan perusahaan maupun anak perusahaannya, seperti di Terminal Jakarta International Container Terminal (JICT) maupun Terminal Koja, seluruhnya telah diatur oleh sistem komputer. Akibatnya, operator tidak bisa memindahkan barang seenaknya.
“Jadi mungkin mafia pelabuhan (yang dimaksud Rizal Ramli) dalam arti yang lebih luas bukan di operator karena untuk saya di JICT dan Koja sudah pakai
fully computerized . Kalaupun ada (oknum), saya bisa jamin tidak ada karena dari sistem. Kalau mereka mau menyogok, seluruh
company itu disogok,” tutur Lino di Jakarta, Senin (25/8).