Kena Jebakan Waktu, Pemerintah Rentan Belanja Asal-Asalan

CNN Indonesia
Rabu, 26 Agu 2015 09:38 WIB
Lambannya belanja pemerintah pusat, dinilai KPPOD menjadi sinyal buruk bagi pemerintah daerah yang sejak lama dihantui masalah klasik penyerapan anggaran.
Presiden Joko Widodo memimpin Rapat Kabinet bersama seluruh Menteri Kabinet Kerja di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu (13/5). Presiden menegur beberapa kementerian untuk menyelesaikan administrasi penganggaran, karena akan menimbulkan masalah dalam pencairan anggaran, serapan anggaran, dan berimbas melemahnya pertumbuhan ekonomi. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) meragukan kualitas dan transparansi belanja negara pada tahun ini menyusul upaya pemerintah pusat dan daerah memaksakan penyerapan anggaran di empat bulan waktu tersisa.

Ketua KPPOD Agung Pambudhi menilai  kinerja belanja pemerintah pusat dan daerah mengalami kemunduran pada tahun ini menyusul rendahnya  penyerapan APBN dan APBD. Kemunduran belanja terparah terjadi di tingkat  pusat, di mana sampai dengan pertengahan Agustus 2015 anggaran yang dijatahkan baru terserap sekitar 10 persen.

"Yang jelas sangat mundur adalah pemerintah pusat. Kita tahu sampai dengan pertengahan Agustus penyerapan anggarannya baru sekitar 10 persen. Dalam delapan bulan hanya 10 persen itu tidak bisa diterima," ujarnya kepada CNN Indonesia, Rabu (26/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lambannya belanja pemerintah pusat, kata Agung, menjadi sinyal buruk bagi pemerintah daerah yang sejak lama dihantui masalah klasik penyerapan anggaran.

"Dulu itu rata-rata anggaran negara yang tidak terserap setiap tahunnya sekitar Rp 100 triliun, lalu sempat selama tiga atau empat tahun sebelum memburuk lagi pada tahun lalu. Tahun ini bisa di atas Rp 100 triliun yang tidak terserap," tutur Agung.

Asal Belanja

Dengan waktu yang tersisa tinggal empat bulan, Agung Pambudhi khawatir kuasa pengguna anggaran, baik di tingkat pusat dan daerah, memaksakan belanja untuk kegiatan-kegiatan yang tidak produktif atau melenceng dari yang direncanakan rencana.

"Jangan sampai karena asal anggaran terserap, belanjanya melenceng jauh dari program-program yang direncanakan. Bisa jadi saja penyerapan anggarannya tinggi, tapi tidak produktif," tuturnya.

Tak hanya kualitasnya diragukan, Agung menambahkan instruksi menggenjot penyerapan anggaran yang didengungkan Presiden Joko Widodo juga bisa membuka celah penyalahgunaan wewenang jabatan dan anggaran negara.

"Risiko penyalahgunaan anggaran sangat tinggi karena ada jebakan waktu, di mana dalam waktu singkat dana dalam jumlah besar harus disalurkan. Itu sangat memungkinkan tata kelola pemerintahan yang baik diabaikan," tuturnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo berang dalam rapat paripurna Kabinet Kerja setelah mengetahui realisasi penyerapan anggaran negara baru sekitar 20 persen hingga pertengahan Agustus. Untuk itu, dia memerintahkan seluruh kuasa pengguna anggaran untuk mempercepat penyerapan anggaran.

Pada kesempatan terpisah, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro secara tak langsung melimpahkan kesalahan eksekusi anggaran negara ke pemerintah daerah. Menurutnya, ada belasan daerahyang penyerapannya lamban sehingga secara nasional mempengaruhi kualitas belanja negara dalam menstimulus perekonomian.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015, pagu anggaran belanja negara ditetapkan sebesar Rp 1.984,1 triliun. Anggaran tersebut dipecah menjadi dua pos besar, yakni untuk transfer ke daerah sebesar Rp 664,6 triliun dan belanja pemerintah pusat Rp 1.319,5 triliun.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER