Pemerintah Disebut Nikmati Kelebihan Pembayaran Cukai 2 Bulan

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Kamis, 10 Sep 2015 05:02 WIB
Penerapan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.04/2015 menurut industri rokok membuat pemerintah menerima pembayaran cukai dua bulan ke depan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani (kedua dari kanan) menggelar konferensi pers terkait rencana kebijakan cukai pemerintah. (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari).
Jakarta, CNN Indonesia -- Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) menuding Kementerian Keuangan bermain politik dalam penetapan kebijakan target penerimaan negara melalui cukai dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 yang mencapai Rp 148,9 triliun.

Sekretaris Jenderal Gaprindo Hasan Aoni Aziz mengatakan pemerintah terburu-buru menarik target kenaikan cukai rokok dalam memenuhi pembiayaan bagi program pemerintah yang baru. Alhasil target cukai hasil tembakau pun dinaikkan dari Rp 120,6 triliun dalam APBN menjadi Rp 139,1 triliun dalam APBNP 2015.

Atas dasar tersebut pemerintah juga menghapus fasilitas penundaan pembayaran pita cukai melalui pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.04/2015. Menurut Hasan, berdasarkan aturan ini pembayaran cukai rokok yang semestinya dikreditkan selama dua bulan ke depan pada tahun ini berubah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menjelaskan khusus bagi pembayaran cukai November-Desember 2015 dibayarkan pada Desember 2015 dan bukan Januari-Februari 2016. Dengan demikian, penerimaan cukai rokok 2015 merupakan pendapatan selama 14 bulan dan bukan 12 bulan.

"Melalui penerapan itu alhasil pemerintah mendapat tambahan dua bulan penerimaan melalui mekanisme percepatan pembayaran atau dalam istilah nya panen awal atau ijon," ujar Hasan di Jakarta, Rabu (9/9).

Tak hanya itu, Hasan juga menuding pemerintah berdalih hanya memasang target kenaikan penerimaan cukai tahun depan hanya 7 persen dari APBNP 2015. Padahal jika pemerintah menerapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.04/2015 seharusnya akumulasi kenaikan target dihitung dari APBN 2015, yakni total 23 persen.

"Kalau dilihat dari hitung-hitungan fiskal bukan politiknya, penerimaan cukai APBN 2016 itu dasarnya harus APBN 2015 bukan APBNP nya, kalau pakai hitung-hitungan politik pasti akan ada kenaikan target sebesar 23 persen bukan 7 persen," ujarnya.

Memberatkan Industri

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani juga menolak target penerimaan cukai tembakau yang berpotensi memberatkan para pelaku industri.

Hariyadi menyebut dengan kenaikan penerimaan cukai sebesar 7-9 persen selama lima tahun terakhir saja industri tembakau nasional sulit untuk berkembang dan bahkan telah terjadi penutupan pabrik dan pemutusan hubungan kerja massal (PHK).

Menurutnya penerapan kebijakan ini dapat berdampak pada PHK yang semakin gencar yang dilakukan oleh produsen rokok. Disebutkan, 10 ribu pekerja industri tembakau terpaksa dirumahkan pada 2014 baik dari perusahaan kecil maupun perusahaan besar.

Bahkan, diperkirakan tahun ini ada 15 ribu lebih pekeja yang bergerak di industri rokok akan mengalami pemecatan.

"Apa jadinya kalau 2016 dinaikkan menjadi 23 persen? Bisa jatuh semua industri rokok," ujar Hariyadi.

Selain PHK massal, dampak lain dari kenaikan cukai tembakau adalah munculnya rokok ilegal di pasar. Dalam empat tahun terakhir, Hariyadi mengutip riset Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menyebutkan rokok ilegal sudah tumbuh dua kali lipat menjadi 11,7 persen di 2014.

"Apabila harga rokok semakin mahal maka tidak dapat dipungkiri pertumbuhan rokok ilegal dan pita cukai palsu akan semakin subur," ujar Budidoyo, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI). (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER