Pelaku Industri Menilai Pemerintah Tak Perlu Bentuk Agregator

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Kamis, 17 Sep 2015 08:05 WIB
Pembentukan agregator gas yang terlalu lama dinilai pengusaha pengguna gas bumi tidak bisa membantu mereka menekan ongkos produksi.
Industri pengguna gas bumi ingin harga gas nasional bisa mengikuti harga internasional, alias turun 60 persen. (ANTARA FOTO/Maha Eka Swasta).
Jakarta, CNN Indonesia -- Para pengusaha yang tergabung dalam Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) menilai pemerintah tidak perlu membentuk agregator gas karena meragukan efektivitas dari calon badan layanan umum (BLU) tersebut dalam mengatur harga gas.

"Kalau bentuk agregator gas itu harus buat dulu aturannya, struktur organisasinya, dan lain-lain. Sangat lama alurnya, sedangkan kami butuh saat ini juga harga gas diturunkan. Apalagi saat ini harga gas kita paling mahal dibandingkan negara tetangga," ujar Ketua FIPGB Achmad Safiun di Jakarta, Rabu (16/9).

Menurut data yang dimilikinya, harga gas Indonesia saat ini lebih mahal dibandingkan Malaysia yang seharga US$ 3,69 per MMBTU atau Singapura yang seharga US$ 3,94 per MMBTU.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan harga di kisaran US$ 9 hingga US$ 10 per MMBTU, harga gas industri di Indonesia lebih mahal 56,2 persen hingga 63 persen dibanding harga gas kedua negara tersebut.

Selain itu, penggunaan gas alam sebagai bahan baku industri pada 2014 mencapai 1086,22 MMSCFD atau sebesar 47,62 persen dari total penggunaan gas alam sebesar 2280,93 MMSCFD.

Kontribusi pembelian gas bumi sendiri rata-rata mencapai 40 hingga 50 persen dari total beban produksi industri-industri yang menggunakan gas bumi sebagai bahan baku utama.

Bagi Achmad, FIPGB lebih memilih pemerintah menetapkan kebijakan yang menyatakan besaran harga gas industri yang lebih rendah ketimbang membentuk agregator gas. Pasalnya, rencana pemerintah menurunkan harga gas industri yang masuk dalam paket kebijakan ekonomi jilid I terkesan abu-abu karena pemerintah belum menyebutkan berapa persentase penurunan harga gas tersebut.

“Harusnya berapa besaran harga gas bumi yang akan diturunkan itu juga dijelaskan di sini," jelas Achmad.

Ia mengatakan bahwa penurunan skema harga gas yang paling baik adalah dengan mengikuti harga internasional yang berlaku saat ini. Dengan demikian maka harga gas industri bisa turun 60 persen dibandingkan harga gas saat ini.

"Sekarang harga gas global US$ 3,7 per Million British Thermal Unit (MMBTU), sedangkan harga gas bagi industri masih dipatok di angka US$ 9 hingga US$ 10 per MMBTU. Bahkan untuk harga Liquified Natural Gas (LNG) bisa sampai US$ 14 per MMBTU," katanya.

Ia menambahkan, seharusnya sejak dulu pemerintah mematok harga gas industri sesuai dengan harga internasional mengingat harga gas dunia juga kini tengah menurun. Selain itu, ia juga berujar bahwa skema ini lebih menguntungkan dibandingkan skema penurunan harga gas yang dicanangkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sejak tahun ini. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER