Jakarta, CNN Indonesia -- Demi merealisasikan pembangunan 4 kilang pengolahan minyak baru di Indonesia, pemerintah telah menyiapkan sejumlah insentif fiskal untuk menarik minat investor.
Selain memberlakukan penghapusan pajak penghasilan dalam waktu tertentu (Tax Holiday) dan memangkas komponen pembentukan setoran PPh (Tax Allowance), pemerintah juga bakal membebaskan pengenaan Pajak Penambahan Nilai (PPN) dan bea masuk (BM) bagi barang-barang yang dibutuhkan di dalam pembangunan proyek.
Untuk mendukung rencana tersebut, saat ini pemerintah tengah menyiapkan beberapa payung hukum berupa Peraturan Presiden (Perpres) untuk menjamin investasi yang bakal ditanamkan para investor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dua diantaranya mengenai penetapan PT Pertamina (Persero) sebagai pembeli produk kilang (
offtaker), hingga penyediaan tanah apabila proyek tersebut dijalankan dengan skema kerjasama pemerintah dan swasta atau yang dikenal public private partnership (PPP).
"Untuk lahan, yang jelas pemerintah sudah siapkan di Bontang, Kaltim dan di Pulau Jawa. Ada juga investor (skema lain) yang mau bangun di Jawa Timur dan Aceh tapi tidak mau kami rinci agar harga tanah disana tidak melonjak naik karena ada proyek ini," ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Pudja di Jakarta, Kamis (10/9).
Hapus Aturan Gudang BerikatAsal tahu, selain menebar beberapa insentif seperti diatas pemerintah juga akan mencabut aturan mengenai gudang berikat (bonded zone) yang diterapkan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan dalam PMK No.143/PMK.04/2001 tentang Penerapan Aturan Gudang Berikat.
Pasalnya, selain menyoal kepastian pembeli (offtaker) produk kilang pemberlakukan aturan gudang berikat juga menjadi faktor penghambat dari realisasi proyek kilang pengolahan yang ada di Indonesia.
Alhasil, dengan adanya katalis negatif tadi banyak investor kilang mengurungkan niatnya, lantaran proyek kilang di Indonesia tak menjamin dari segi bisnis dan tingkat pengembalian investasi internal atau internal rate of return (IRR).
"Yang juga jadi masalah adalah soal feedstock (pasokan minyak). Percuma kita bangun kilang, tapi tidak tahu dari mana asal feedstock-nya," ujar Rudy Tavinos, Presiden Direktur PT Tri Wahana Universal beberapa waktu lalu.
Guna mereduksi katalis-katalis tadi, pemerintah melalui Kementerian ESDM, Perdangangan, dan Keuangan telah menemui titik temu untuk menerbitkan payung hukum terbaru tentang pusat logistik berikat khusus untuk bahan bakar minyak (BBM), gas minyak bumi cair (LPG) hingga minyak mentah (crude oil). Ini dimaksudkan agar rencana mengenai pengembangan usaha pengadaan BBM, LPG dan minyak mentah ke Indonesia bisa direalisasikan.
"Beberapa waktu lalu kami sudah mengadakan rapat untuk membahas gudang berikut. Memang benar aturan gudang berikat men jadi salah satu penghambat, maka dari itu pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini," kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Teguh Pamudji.
Tambah KapasitasDari adanya rencana pembangunan 4 kilang pengolahan minyak yang akan direalisasikan dalam 10 tahun kedepan, pemerintah menargetkan proyek tersebut mampu menambahkan kapasitas kilang pengolahan di Indonesia sekitar 668 ribu barel per hari (BPH). Akan tetapi, untuk merealsiasikan rencana tersebut, Wiratmaja menaksir dibutuhkan dana investasi mencapai US$ 23,6 miliar atau berkisar Rp 330 triliun berikut industri ikutan petrochemical.
"Investasi tadi bisa melalui APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau skema KPS yang sudah ditawarkan pemerintah. Kami juga akan memberikan insentif yang sama bagi investor yang akan membangun kilang penyimpanan," tandas Wiratmaja.
(gir/gir)