Jakarta, CNN Indonesia -- Pengusaha makanan dan minuman enggan menaikkan harga jual produknya sekalipun Rupiah anjlok hingga menembus Rp 15 ribu per dolar Amerika Serikat (AS). Daya beli masyarakat yang masih rendah menjadi alasan pengusaha mempertahankan harga jual produk.
Penegasan ini disampaikan Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman, yang sekaligus meralat pernyataan sebelumnya bahwa industri makanan dan minuman baru akan menaikkan harga jual produk jika rupiah menembus Rp 15 ribu per dolar.
Adhi khawatir jika kenaikan harga jual produk dipaksakan justru akan menjadi bumerang bagi industri makanan dan minuman
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak mudah bagi kita untuk meningkatkan harga di tengah pelemahan daya beli masyarakat. Kita lebih baik kelola margin yang lebih rendah dibandingkan meningkatkan harga jual yang kemudian menyebabkan penjualan turun," jelas Adhi di Jakarta, Jumat (25/9).
Pelaku industri makanan dan minuman, kata Adhi, belum bisa mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku impor sehingga risiko kurs meningkat karena kebutuhan akan dolar masih cukup tinggi.
Dia mencontohkan bahan baku terigu yang sampai saat ini masih harus diimpor 100 persen dari luar negeri. Selain itu, 70 persen bahan baku bagi sari buah juga masih harus didatangkan langsung dari negara asalnya.
Akibatnya, lanjut Adhi, depresiasi Rupiah yang mencapai 15,7 persen sejak awal tahun sangat dirasakan dampak negatifnya oleh pelaku industri.
"Jadi bukan salah kami jika ketergantungan akan dolar sangat tinggi, karena memang bahan baku industri makanan minuman tak ada yang bisa diproduksi di dalam negeri," jelasnya.
Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah ditutup pada level Rp 14.623 per dolar pada Rabu (23/9). Posisi rupiah melemah hampir 1 persen dari penutupan hari sebelumnya Rp 14.486 per dolar.
Menurut Adhi, batas toleransi pelemahan rupiah yang masih bisa diterima pelaku industri makanan dan minuman adalah Rp 15 ribu per dolar. Apabila kurs rupiah melampaui batas tersebut, maka seluruh perusahaan di bawah naungan GAPMMI akan meningkatkan harga sekitar 5 hingga 10 persen.
"Tapi keputusan untuk menaikkan harga ini kan tergantung kebijakan para perusahaan. Kita sebagai asosiasi mengimbau anggota kita untuk menahan kenaikan harga, apalagi kenaikan harga makanan dan minuman kan juga berpengaruh besar terhadap inflasi," tutur Adhi.
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014, Adhi mengatakan inflasi makanan olahan dan tembakau menyumbang 15,67 persen dari total inflasi nasional yang sebesar 8,36 persen. Karenanya, perusahaan makanan dan minuman melakukan efisiensi agar tak menimbulkan efek terhadap kenaikan inflasi.
Pilih PHKSebagai bagian dari upaya tersebut, ia mendengar sudah ada anggota GAPMMI yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) guna mengurangi beban produksi. Namun, skala PHK industri makanan dan minuman masih tergolong moderat atau belum besar-besaran.
"Saya mendengar ada yang sudah tak tahan dengan pelemahan Rupiah ini sampai-sampai mereka mengurangi tenaga kerja. Ada juga beberapa perusahaan yang sudah mengurangi jam kerja dan lembur setelah lebaran, namun hingga saat ini belum ada pemotongan (tenaga kerja) yang masif," jelasnya.
GAPMMI, lanjut Adhi, punya kepentingan untuk ikut menjaga daya beli masyarakat pada tahun ini. Alasannya, pertumbuhan industri makanan dan minuman ikut melambat pada semester I 2015 akibat daya beli yang melandai.
Kementerian Perindustrian mencatat, pertumbuhan industri makanan dan minuman pada semester I 2015 menurun menjadi 8,46 persen dari periode yang sama tahun lalu 10,14 persen. Kendati demikian, pertumbuhan industri makanan dan minuman masih lebih besar dibandingkan pertumbuhan industri non migas secara keseluruhan yang sebesar 5,26 persen pada periode yang sama.
"Kendati secara pertumbuhan output kami melemah, tapi proporsi pengeluaran per kapita penduduk untuk pangan olahan naik dari 12,9 persen tahun lalu menjadi 13,3 persen pada tahun ini. Semoga hingga akhir tahun kurs tetap stabil sehingga biaya produksi bisa tetap sama dan daya beli masyarakat bisa terjaga," jelasnya.