Jakarta, CNN Indonesia -- Pengusaha bauksit tetap berupaya meyakinkan pemerintah bahwa Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1 tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri hanya akan memperburuk kinerja ekspor Indonesia.
Erry Sofyan, Ketua Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Biji Indonesia (AP3BI) mempertanyakan alasan pemerintah melarang ekspor bauksit di tengah perlambatan ekonomi global saat ini. Padahal dengan menjual bauksit ke luar negeri, pemerintah mampu meningkatkan kembali kinerja ekspor Indonesia dan bisa menghasilkan devisa dengan cepat.
Bahkan, ia mengatakan ekspor bauksit selama ini bisa berkontribusi terhadap devisa sebesar US$ 1,6 miliar hingga US$ 2 miliar per tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Angka tersebut tentunya dengan asumsi jumlah volume yang sama seperti pada 2013, yaitu 40 juta ton hingga 50 juta ton per tahun dengan harga US$ 40 per ton. Tentunya, hal ini bisa menghasilkan devisa dengan mudah," jelas Erry di Jakarta, Selasa (29/9).
Lebih lanjut, ia mengatakan diterbitkannya kembali izin ekspor bauksit juga bisa menyumbang pajak dan bea keluar sebesar Rp 7,3 triliun, atau lebih besar dibanding 2013 yang hanya Rp 4,7 triliun. Melihat angka ini, ia menyarankan pemerintah untuk segera membuka keran ekspor karena relatif memberi imbal hasil lebih cepat ketimbang komoditas lainnya.
Apalagi menurutnya, nilai ekspor bauksit cukup besar. Pada 2013, nilai ekspor bauksit adalah sebesar US$ 2 miliar, atau 1,10 persen dari total ekspor pada tahun itu sebesar US$ 182,57 miliar.
"Kalau komoditas pertanian, contohnya, kita perlu waktu lama untuk pemeliharaan dan juga minimal tiga bulan untuk mendapatkan hasil. Bauksit ini permintaannya jelas karena 30 persen suplai dunia disediakan oleh kita," ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa pemerintah tak perlu takut kehabisan stok bauksit, mengingat cadangan bauksit menurutnya masih banyak. Dari data yang dimilikinya, saat ini cadangan bauksit Indonesia sebesar 7,3 juta ton, di mana persediaan itu bisa bertahan selama 175 tahun ke depan.
PHK PekerjaLebih lanjut, ia juga berharap kalau adanya hal ini bisa kembali menggiatkan sektor pertambangan bauksit yang tengah melesu. Ia mengatakan bahwa telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebanyak 40 ribu orang dan juga meningkatnya kredit bermasalah (NPL) alat berat pertambangan yang mencapai Rp 40 triliun pasca diberlakukannya peraturan tersebut.
"Padahal kini ekonomi sedang lesu, malah makin dipersulit lagi. Andaikan dulu pelarangan ekspor tidak diberlakukan, maka kami perkirakan ekspor bauksit bisa berkontribusi sebesar 0,15 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 2014 kemarin," jelasnya.
Sebagai informasi, data Badan Pusat Statistik mengatakan bahwa neraca perdagangan Januari hingga Agustus 2015 nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 102, 52 miliar sedangkan impornya sebesar US$ 96,3 miliar. Dengan kata lain, Indonesia telah mengalami surplus sebesar US$ 6,22 miliar pada periode tersebut.
Kendati demikian, cadangan devisa Indonesia makin menurun kian waktu. Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa cadangan devisa Indonesia per 31 Agustus 2015 tercatat di angka US$ 105,35 miliar, atau turun US$ 2,3 miliar dibandingkan akhir bulan sebelumnya yang sebesar US$ 107,6 miliar.