Pengusaha Ragu Diskon Pajak Bunga Deposito Ampuh Sedot DHE

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Rabu, 30 Sep 2015 19:32 WIB
Industri manufaktur disebut tidak akan sempat mendepositokan DHE karena digunakan untuk membeli bahan baku dan membayar komponen biaya lainnya.
Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno (kanan) mengatakan bahwa DHE yang dihasilkan dari ekspor industri manufaktur tidak akan sempat didepositokan. (Dok. Kementerian Perindustrian).
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengusaha ekspor meragukan efektivitas kebijakan pemangkasan pajak bunga deposito bagi devisa hasil ekspor (DHE) dalam menarik DHE yang disimpan di bank-bank luar negeri. Pasalnya, kebanyakan eksportir menaruh DHE dalam jangka waktu yang singkat sehingga tidak bisa menikmati insentif tersebut.

Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan bahwa DHE yang dihasilkan dari ekspor industri manufaktur tidak akan sempat didepositokan karena digunakan untuk membeli bahan baku dan juga membayar komponen biaya manufaktur lainnya. Begitupun dengan ekspor komoditas, DHE yang dihasilkan biasanya langsung ditukarkan dengan Rupiah.

"Bisa dibilang, kebijakan tersebut kurang berarti karena eskportir tak memiliki waktu yang cukup untuk menyimpan DHE-nya ke dalam rekening deposito," terang Benny kepada CNN Indonesia, Rabu (30/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa eksportir mulai melakukan deposito DHE-nya kalau usaha ekspornya akan tutup. Ia pun mengakui bahwa menyimpan devisa di luar negeri lebih menarik karena bunganya lebih rendah dibandingkan di Indonesia.

Sebagai informasi, pemotongan pajak bunga deposito ini memang diperuntukkan bagi eksportir demi membawa kembali dana yang terparkir di luar negeri.

Untuk jangka waktu penyimpanan devisa selama tiga bulan, contohnya pemerintah menjanjikan hanya mengenakan tarif pajak bunga deposito sebesar 7,5 persen. Sedangkan jika devisa disimpan selama enam bulan, eksportir hanya akan dikenakan pajak sebesar 2,5 persen dari bunga yang diterimanya. Sementara jika di atas 6 bulan, tarifnya nol persen.

Butuh Insentif Lain

"Kalau masih berusaha untuk ekspor, saya yakin (DHE) tidak ada waktu untuk didepositokan. Dibandingkan kebijakan pemangkasan pajak bunga deposito dalam negeri, para eksportir malah menunggu kebijakan Pre Export Financing Based on Underlying," terangnya.

Kebijakan tersebut, menurutnya, adalah kebijakan kredit ekspor yang berbeda dengan kredit ekspor saat ini yang masih berbasis kredit modal kerja perbankan konvensional. Kebijakan ini, ujarnya pernah dilakukan pada 1999 lalu namun kemudian dicabut pada 2002.

Saat itu, pemerintah dan Bank Indonesia memberikan fasilitas penjaminan terhadap Letter of Credit (L/C) impor dan Kredit Modal Kerja dalam rangka penguatan ekspor. Namun karena kondisi perekonomian semakin membaik, maka pemerintah membatalkan kebijakan itu tiga tahun kemudian.

"Prosedur yang dilakukan untuk mendapatkan financing ekspor itu berbeda dengan kredit konvensional. Kami lebih membutuhkan hal itu untuk menambah kredit modal kerja," katanya. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER