Pelaku Industri Diminta Rasional Minta Harga Gas Turun

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Jumat, 02 Okt 2015 18:31 WIB
Harga gas bumi domestik saat ini berkisar US$ 9 hingga 10 per MMBTU, lebih mahal dibandingkan di Malaysia (US$3,69 per MMBTU ) dan Singapura (US$3,94 per MMBTU)
Operator memeriksa instalasi pipa gas di Stasiun Kompresor Gas Cambai, Prabumulih, Sumatera Selatan, Jumat (21/8). (Detikcom/Agung Pambudhy)
Bandung, CNN Indonesia -- Pengamat energi mengingatkan pelaku industri untuk bersikap rasional dalam meminta penurunan harga gas industri. Menurutnya, tidak mudah bagi distributor gas untuk langsung menurunkan harga gas karena dapat mematikan sistem distribusinya.

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan kalangan industri perlu memahami kalau harga gas bumi domestik sudah tinggi sejak dari hulu atau Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) gas. Ia menilai, seharusnya hal ini menjadi variabel utama bagi industri sebagai pertimbangan dalam menginginkan penurunan harga gas.

"Silahkan saja industri minta penurunan harga gas bumi, namun penurunan harga itu juga perlu melihat harga yang sedang berlaku sekarang di hulu. Kalau industri minta harga gas turun lebih rendah dari harga di hulu, nanti sistem distribusi gas bisa mati semua," jelas Mamit di Bandung, Jumat (2/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mamit mencontohkan dua KKKS asing, ConocoPhilipis dan Pertamina EP yang menjual gas kepada PT Perusahaan Gas Negara (PGN) seharga US$ 6,5 per Million British Thermal Unit (MMBTU) ditambah komisi servis sebesar US$ 2 dan juga toll fee sebesar US$ 0,41 per MMBTU. Penetapan harga tersebut, ujarnya, tak tercipta akibat mekanisme pasar semata, namun karena kontrak yang telah dibuat antara pihak penjual dan pembeli gas.

"Jika pihak-pihak tersebut ingin ada amandemen harga, maka hal itu harus dilakukan secara negosiasi, dan proses itu tak bisa secara mudah dilakukan. Industri juga perlu paham hal tersebut," katanya.

Sebagai solusi atas hal tersebut, ia mengatakan bahwa memotong rantai distribusi gas bumi adalah hal yang paling mungkin dilakukan untuk mengurangi harga gas bumi bagi industri. Untungnya, kini pemerintah berencana untuk melakukan deregulasi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 19 tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa, seperti tercantum di Paket Kebijakan Jilid I September lalu.

Pada dalam pasal 6 aturan itu, disebutkan bahwa kegiatan usaha gas bumi melalui pipa dapat dilaksanakan oleh badan usaha setelah mendapatkan izin niaga gas bumi melalui pipa. Peraturan tersebut, menurut Mamit, menjadikan akses pengusahaan makelar gas bumi oleh swasta juga semakin besar.

Mamit melanjutkan, adanya deregulasi peraturan tersebut bisa memangkas dua hingga tiga titik sistem distribusi gas bumi dari KKKS ke pengguna akhir, termasuk kalangan industri. Sebagai informasi, jalur distribusi gas bumi melalui pipa dari KKKS harus melalui makelar, transporter transmisi, dan transporter distribusi sebelum sampai ke pengguna akhir.

Bahkan tak menutup kemungkinan juga terdapat tambahan makelar-makelar gas bumi di sela-sela titik distribusi tersebut.

"Kalau pemerintah benar-benar menepati janjinya untuk melakukan deregulasi peraturan tersebut, maka dampaknya sangat luar biasa. Jika setiap makelar mengambil margin US$ 0,1 hingga 0,5 per MMBTU, maka harga gas bumi yang bisa dibeli kalangan industri bisa turun sangat signifikan," jelasnya, tanpa memberi angka pasti lebih lanjut.

Sebelumnya, Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Ahmad Safiun berharap harga gas industri bisa turun mengikuti harga internasional yang berlaku sekarang, yaitu di kisaran US$ 3,7 per MMBTU. Alasannya, harga gas bumi domestik saat ini yang sebesar US$ 9 hingga 10 per MMBTU dianggap tak kompetitif di antara negara-negara Asia Tenggara.

Berdasarkan data FIPGB, harga gas Indonesia saat ini lebih mahal dibandingkan Malaysia yang seharga US$ 3,69 per MMBTU atau Singapura yang seharga US$ 3,94 per MMBTU. Dengan demikian, harga gas industri di Indonesia lebih mahal 56,2 persen hingga 63 persen dibanding harga gas kedua negara tersebut.

Sementara itu Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas mencatat rata-rata produksi gas bumi yang diperuntukkan bagi pasar domestik mencapai 3.785 MMSCFD pada tahun 2014. Sebanyak 28,47 persen dari angka itu, atau sebesar 1.077,59 MMSCFD diperuntukkan bagi kebutuhan bahan baku industri dalam negeri. (ags)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER