Sarat Kepentingan, Revisi UU Migas Dipastikan Molor ke 2016

Diemas Kresna Duta | CNN Indonesia
Selasa, 06 Okt 2015 18:30 WIB
DPR memperjuangkan enam poin kepentingan dalam pembahasan revisi UU Migas, sedangkan pemerintah berkeras mempertahankan 15 usulan.
Anggota komisi VII DPR Kurtubi (kiri) dan Wakil Ketua komisi VII DPR Mulyadi (kanan) menjadi pembicara dalam diskusi dialektika demokrasi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/5).(Antara Foto/Hafidz Mubarak)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah dan Dewan Perwakilan rakyat (DPR) saling tarik menarik kepentingan dalam pembahasan revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (Migas) sehingga dipastikan prosesnya molor hingga tahun depan.

Berbekal sejumlah poin kepentingan, beberapa fraksi di Komisi VII DPR mendorong pemerintah agar menyerahkan kuasa pertambangan kepada PT Pertamina (Persero) dengan melebur dan mengalihkan kewenangan SKK Migas ke dalamnya.

Sementara pemerintah dalam 15 poin pemikirannya, sama sekali tidak menyoal keberadaan SKK Migas dan justru mendorong dibentuknya BUMN khusus yang akan memiliki kewenangan eksklusif di sektor pertambangan migas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tarik menarik kepentingan ini diungkapkan oleh Anggota Komisi VII DPR, Kurtubi di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (6/10).

“Panja-nya (panitia kerjas) saja belum dibentuk, gimana mau selesai. Saya kira 2015 mustahil. Tapin insyallah, selesai 2016,” ujar Kurtubi saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (6/10).

Meski diyakini molor, Kurtubi mengatakan sampai saat ini jajaran Komisi VII berkukuh bahwa rancangan Undang-Undang Migas akan menjadi inisiatif DPR lantaran sudah dimasukkan dalam program legislasi nasional (Prolegnas).

Oleh karenanya, anggota legislatif dari fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) ini mengatakan akan memperjuangkan enam poin penting tersebut.

Keenam poin penting yang dimaksud Kurtubi meliputi:

  • Pemerintah menyerahkan kuasa pertambangan kepada perusahaan migas nasional dalam hal ini PT Pertamina (Persero).
  • Pemerintah meniadakan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dan mengembalikan tugas dan fungsinya ke Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi.
  • Pemerintah meniadakan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan meleburkannya ke tubuh Pertamina.
  • Memberlakukan kembali konsep lex specialist di industri migas.
  • Mempercayakan kewenangan agregasi gas bumi kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sahamnya dimiliki penuh oleh pemerintah.
  • Memberikan hak kepada perusahaan negara untuk memonetisasi kekayaan alam (migas) yang ada di perut bumi Indonesia dengan pencatatan yang transparan.


“Intinya pembahasan RUU Migas itu harus memiliki esensi perbaikan, tidak melanggar konstitusi dan tidak merugikan negara. Kita akan perjuangkan poin-poin tadi untuk kepentingan nasional,” kata Kurtubi.

Versi Pemerintah

Sementara itu, Hufron Asrofi, Kepala Biro Hukum Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku sudah mengantongi 15 poin yang akan menjadi konsentrasi pemerintah di dalam perubahan UU Migas.

Adapun 15 poin pemikiran pemerintah meliputi:

  • Pemerintah menguasai hak atas kuasa pertambangan migas.
  • Pemerintah masih memiliki wewenang menetapkan wilayah kerja untuk pengusahaan migas.
  • Pemerintah memiliki kewenangan memberi izin kepada BUMN dan kepada BUMN Khusus yang merupakan transformasi dari SKK Migas.
  • Pertamina berhak mengusahakan wilayah kerja migas sendiri, sedangkan BUMN Khusus dapat mengusahakan wilayah kerja KKKS, baik menggunakan kontrak bagi hasil atau product sharing contract (PSC) dan lain-lainnya.
  • Pemerintah berwenang memutuskan rencana pengembangan atau Plan of Development (POD) Pertama secara komersial.
  • Pemerintah berwenang menetapkan harga jual migas.
  • Pemenuhan migas nasional diprioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri, kemudian impor.
  • Hasil produksi migas diutamakan untuk ketahanan energi nasional.
  • Pemerintah membentuk Badan Usaha Penyangga Gas Bumi (agregator) untuk ketahanan energi nasional dan membangun infrastruktur gas.
  • Perusahaan pemegang hak agregasi bertugas membeli gas dari dalam maupun luar negeri, membangun infrastruktur, hingga mengagregasikan harga gas yang diusulkan ke pemerintah sampai pada menjual gas dengan harga penetapan pemerintah.
  • Pemerintah memiliki kewenangan menetapkan harga jual bahan bakar minyak (BBM) dan gas bumi.
  • Pemerintah memberikan hak usaha hilir migas kepada badan usaha yang sudah mengantongi izin usaha hilir.
  • Pemerintah memiliki kewenangan mementukan standar mutu BBM dan elpiji.
  • Pemerintah memberikan pembinaan dan pengawasan BBM dan elpiji.
  • Pemerintah memiliki kewenangan dalam mengatur usaha-usaha lain terkait usaha penunjang dan keselamatan kerja serta tingkat komponen dalam negeri.


“Setelah mencari masukan dari masyarakat dan beberapa elemen, keluarlah lima belas  poin itu. Tapi inisatif tetap di DPR. Kami hanya menunggu tapi sambil menyiapkan,” ujarnya kepada CNN Indonesia. (ags)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER